Banyuwangi (Bimas Islam ) - Pada acara Zoom bertajuk "Sosialisasi Penggunaan Blangko Nikah 2024" yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama, beberapa hal penting terkait kebijakan terbaru mengenai buku nikah dibahas. Salah satu isu utama adalah terkait perubahan warna dan format buku nikah, yang akan berdampak pada proses pengadaan dan distribusi di seluruh KUA di Indonesia.
Dijelaskan bahwa buku nikah cetakan tahun 2024 hanya akan memiliki satu warna, yakni hijau, yang menggantikan variasi warna hijau dan merah marun yang digunakan pada tahun-tahun sebelumnya. Meski demikian, ukuran dan bentuk buku nikah tetap sama, serta setiap pasangan pengantin akan tetap menerima dua buku, satu untuk suami dan satu untuk istri. Namun, yang membedakan adalah adanya peningkatan keamanan pada buku dengan perforasi yang berbeda, menunjukkan adanya peningkatan level keamanan dokumen. Selain itu, duplikat buku nikah akan dihapuskan sesuai amanat dari RPMA (Rancangan Peraturan Menteri Agama) 20. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pemborosan dan memaksimalkan penggunaan buku nikah.
Dalam arahannya, H. Jajang Ridwan, S.Ag., M.A. selaku Kasubdit MSI KUA Ditjen Bimas Islam Kemenag RI menekankan bahwa, "Perubahan ke depan adalah keniscayaan ya. Jadi kita tidak usah alergi dengan sebuah perubahan." Digitalisasi buku nikah adalah langkah yang tak terelakkan di masa depan. KUA diharapkan secara bertahap beradaptasi menuju sistem yang lebih modern dan berbasis teknologi. Pada tahun 2025, diharapkan buku nikah akan tersedia dalam bentuk digital yang bisa digunakan bersamaan dengan buku fisik, dan keduanya akan diakui secara lintas lembaga.
Namun, digitalisasi ini masih menghadapi tantangan besar, terutama terkait kesiapan infrastruktur dan pengetahuan di lapangan. KUA di berbagai wilayah Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil, masih belum sepenuhnya siap untuk beralih ke sistem digital. Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan pendekatan secara bertahap dengan menyiapkan fasilitas pendukung, seperti perangkat printer PLQ, dan meningkatkan pemahaman teknis aparat di KUA.
Salah satu isu yang juga disoroti adalah keterlambatan keluarnya RPMA 20 yang mempengaruhi proses pengadaan buku nikah. Hambatan ini terjadi karena adanya ketidaksepakatan terkait pencatatan luar negeri, terutama di Kemenlu, meskipun Kemenkumham sudah memberikan persetujuan. Namun, setelah serangkaian rapat, disepakati bahwa masalah ini akan segera diselesaikan, dan proses pengadaan buku nikah pun dapat dilanjutkan.
Pada akhirnya, untuk menghindari kelangkaan buku nikah seperti yang terjadi pada tahun 2016, Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Dirjen nomor 5 tahun 2024 yang memungkinkan pencetakan buku nikah tanpa tanda tangan Menteri Agama jika stok di KUA telah habis. Hal ini untuk memastikan bahwa pelayanan pernikahan tidak terhenti meski ada pergantian menteri atau pejabat negara.
Sosialisasi ini menggambarkan bahwa perubahan pada buku nikah cetakan tahun 2024 adalah bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan relevansi dokumen pernikahan di era digital. Meski demikian, tantangan seperti kesiapan infrastruktur dan regulasi lintas lembaga menjadi perhatian utama yang harus segera diatasi. Pemerintah berharap melalui kebijakan ini, pelayanan administrasi pernikahan di KUA dapat terus berjalan dengan baik dan lebih modern, sekaligus menyiapkan langkah menuju digitalisasi penuh pada masa mendatang dengan harapan agar seluruh KUA di Indonesia dapat beradaptasi dan memahami perubahan ini dengan baik. Pemerintah juga akan terus memantau dan memberikan pendampingan bagi KUA dalam menghadapi tantangan yang ada.
Tags:
Kabar Bimas Islam