Orang Tua Gaptek dan Tingginya Angka Perkawinan Anak Dibawah Umur di Banyuwangi

 

Orang Tua Gaptek  dan Tingginya Angka Perkawinan Anak Dibawah Umur

di Banyuwangi

Oleh. M. Rosyidin

 

Selalu ada yang menarik, dari hasil pemeriksaan calon pengantin di Kantor Urusan Agama Kec. Kalipuro Kab. Banyuwangi, calon pengantin yang rata rata saling kenal melalui media sosial baik Facebook, Instagram maupun WhatsApp, dengan smartphone yang selalu digenggaman, jari jari mereka bebas menjelajah kapan saja.  Perkembangan internet yang menjelajah desa diharapkan menambah wawasan pengetahuan dan meningkatkan kecerdasan masyarakat desa ternyata tidak berjalan linier, masuknya akses internet dikalangan remaja pedesaan memberikan akses yang mudah mengkonsumsi situs situs porno. Situs situs seperti ini yang berkontribusi mempercepat pendewasaan anak kaitannya dengan hal hal yang berbau pornografi seperti hubungan intim.


Banyaknya kasus perkawinan dibawah umur terjadi karena pergaulan bebas, sehingga menyebabkan kehamilan sebelum menikah. Menurut Syafaat selaku Penyusun Bahan Pembinaan Keluarga Sakinah pada Seksi Bimbingan Masyarakat Islam pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi,  data tahun 2020 angka perkawinan menurun secara signifikan, dengan jumlah 14.091 pasang, akan tetapi angka perkawinan dibawah umur cukup tinggi dengan mengacu jumlah dispensasi dari Pengadilan Agama kab. Banyuwangi berjumlah 762 orang " tuturnya.

 

DISPENSASI PERKAWINAN

Peningkatan usia perkawinan bagi Perempuan telah disahkan oleh DPR melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batas usia perkawinan bagi perempuan dan laki-laki yang sebelumnya 19 tahun bagi laki-laki serta 16 tahun bagi perempuan, dirubah menjadi laki-laki maupun perempuan batas minimal adalah 19 tahun, jika kurang dari 19 tahun maka harus melakukan pengajuan dispensasi nikah di Pengadilan. Peningkatan usia perkawinan ini memberikan dampak bagi Pengadilan Agama yaitu akan meningkatnya perkara dispensasi nikah. Selama ini faktor pengajuan dispensasi nikah di Pengadilan agama adalah karena faktor preventif (pencegahan) dan kuratif (penyembuhan). Adapun yang menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara dispensasi nikah adalah legal standing Pemohon, alasan pengajuan dispensasi nikah, ada korelasi larangan perkawinan atau tidak, dan kemaslahatan/kemudharatan. Untuk mengurangi pernikahan dibawah umur adalah kesadaran orang tua dalam memberikan pendidikan agama terhadap anak mereka, pembinaan dan sosialisasi oleh pemerintah tentang bahaya nikah dibawah umur dan pemberian materi pendidikan rumah tangga lebih dini di dunia pendidikan.

Argumen para orang tua untuk menikahkan anaknya agar menghindari zina, padahal anak tersebut masih belum memenuhi batas minimal usia perkawinan, berujung pada permintaan dispensasi perkawinan kepada pihak Pengadilan Agama, karena pihak Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan tidak mengeluarkan izin nikah, otoritas pemberian dispensasi tersebut ada pada putusan pengadilan.

Dispensasi perkawinan ini turut berkontribusi pada suburnya perkawinan anak di Indonesia. 

“KUA sudah mencegah, tetapi setelah itu pengadilan agama malah  memberikan dispensasi perkawinan dengan mudahnya,” seperti yang disampaikan H. Muklis Kasi Bimas Islam pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi. “Tidak ada syarat untuk dispensasi ini, tidak akan dapat dilaksanakan pernikahan, P kita bisa mulai dari membuat syarat pemeriksaan komprehensif kepada si anak, meliputi pemeriksaan kesehatan reproduksi, psikis, mental, dan lain sebagainya,”. Harapannya ketika hal ini dijalankan, akan timbul pemikiran di kalangan anak-anak dan juga orang tua, bahwa kawin di usia anak-anak sangat sulit.

Dalam artikel berjudul " Pernikahan usia dini dan permasalahanya" yang ditulis oleh Eddy Fadlyana dan Sinta Larasati, memaparkan bahwa beragam resiko perkawinan dibawah umur seperti, permasalahan ekonomi, pendidikan, kesehatan reproduksi, kesehatan anak yang dilahirkan serta komplikasi psikososial akibat pernikahan dan kehamilan usia dini. Deputi bidang pengembangan pemuda Kemenpora juga pernah menjabat Ketua KPAI Dr. Asrorun niam mengatakan bahwa perkawinan anak membawa berbagai macam dampak buruk di bidang ekonomi, pendidikan, hukum,.kependudukan dan pengajaran" ujarnya disela sela obrolan kami ketika beliau berkunjung di Banyuwangi.

Lebih lanjut beliau menuturkan bahwa Sejumlah penelitian menyimpulkan perkawinan anak dibawah umur adalah sumber dari pelbagai masalah sosial di masyarakat. Paling tidak dijumpai lima dampak buruk perkawinan anak.

1.         Perkawinan anak merupakan salah satu penyebab dari tingginya angka perceraian di masyarakat.

2.         Perkawinan anak berdampak buruk pada kualitas sumber daya manusia Indonesia.

3.         Perkawinan anak menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

4.         Perkawinan anak  menyebabkan isu  kesehatan.

5.         Menghambat agenda agenda pemerintah.

 

PERAN ORANG TUA

Peran keluarga/orang tua sangatlah penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua harus bisa mensosialisasikan nilai-nilai kebaikan dan norma kepada anaknya agar bisa mengaplikasikan kepada kehidupannya sehari-hari. Orang tua harus senantiasa mendorong dan memotivasi anaknya untuk menggapai cita-citanya. Teknologi seperti dua mata belati, orang tua untuk senantiasa melakukan kontrol atau mengendalikan terhadap anak, utamanya dalam hubungan kaum remaja.

Sebagai penutup orang tua harus melek teknologi,  harus tahu siapa saja yang berada di “lingkungan” anak, dengan siapa anak berteman (online/offline), apa aplikasi yang anak gunakan, website yang ia kunjungi, dan yang mereka lakukan saat online. Jangan gunakan media sebagai alat untuk “membunuh” waktu dan “mengasuh” anak.

*Penulis adalah Kepala KUA Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama