UCAPAN `IDUL FITRI YANG SALAH KAPRAH

 UCAPAN IDUL FITRI YANG SALAH KAPRAH

Oleh : Drs. H. Abdul Azis, M.Pd.I


SALAH dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah tidak benar; tidak betul, kliru, luput; tidak mengenai sasaran, sedangkan  “ KAPRAH “ adalah  lazim; biasa, umum. “SALAH KAPRAH” Maksudnya adalah kesalahan yang umum sekali sehingga orang tidak merasakan sebagai kesalahan. Bahasa adalah bentuk komunikasi linguistik yang dapat diucapkan, ditulis, dan dipahami oleh sekelompok orang yang sama-sama menggunakan cara komunikasi tersebut. Sebagai orang Indonesia, tentu kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Namun, ternyata banyak kesalahpahaman yang terjadi pada saat kita berbahasa. Entah karena kita terlalu sering mendengar dan membacanya, kita justru jadi enggan untuk mengoreksinya. Inilah beberapa salah kaprah bahasa yang sering terjadi pada saat kita berkomunikasi dengan orang lain. 

Pada sebuah pertemuan formal sering kita temui salah kaprah yang disampaikan pembawa acara (MC), misalnya “acara berikutnya adalah  ceramah agama dari Almukarrom Bapak Kiyai Haji Fulan,….. Waktu dan tempat kami persilakan.”. sudah menjadi lumrah tanpa koreksi, tanpa pikir panjang Pak Kiyai pasti terpanggil naik ke podium. Padahal yang dipersilakan adalah Waktu dan tempat,  bukan al Mukarrom Bapak kiyai. Ini bukan lelucon, tetapi memang betul betul sering kita jumpai, bukan karena pembawa acara orang bodoh, tetapi karena memang sudah lumrah dipakai oleh kebanyakan pembawa acara (MC). Kalimat yang seharusnya dipakai oleh MC adalah “acara berikutnya adalah  ceramah agama dari Almukarrom Bapak Kiyai Haji Fulan,….. kepada almukarrom bapak kiyai Fulan dipersilakan,  Waktu dan tempat kami sediakan.”.

Pembawa acara berkata; “Untuk mempersingkat waktu, kita lanjutkan acara berikutnya.” Apakah waktu bisa dipersingkat..? tentunya tidak bisa, waktu tidak dapat disingkat karena rentang waktu sehari semalam sudah pasti 24 jam; satu jam sama dengan 60 menit; satu menit sama dengan 60 detik. Yang dapat kita lakukan bukanlah mempersingkat waktu, melainkan menghemat waktu. Inilah salah kaprah yang lumrah, seharusnya yang betul adalah Untuk menghemat waktu, kita lanjutkan acara berikutnya”. Termasuk salah kaprah tentang ucapan idul fitri  “MOHON MAAF LAHIR & BATHIN”.

“MOHON MAAF LAHIR & BATHIN”. Ucapan yang sudah akrap ditengah tengah masyarakat Indonesia,  melegenda bahkan menjadi tradisi setiap datangnya `idul fitri. Tanpa ucapan tersebut seakan hampa, bagaikan sayur tanpa garam. Ucapan “mohon maaf lahir batin” ini secara bahasa Tidak ada yang salah, tidak ada yang kliru. tapi kalau mengkhususkan ucapan tersebut hanya di `idul fitri, maka itulah yang salah kaprah. Karena ucapan Memaafkan bisa kapan saja tidak terpaku di hari Idul Fitri. bahkan ucapan mohon maaf lahir batin dianjurkan setelah melakukan kesalahan, tidak boleh ditunda tunda sampai datangnya `idul fitri tiba. Allah SWT berFirman 

 وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

artinya Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu  dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (QS Ali 'Imran: 133). 

Nabi SAW bersabda; 

 وعن أَبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عن النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: مَنْ كَانتْ عِنْدَه مَظْلمَةٌ لأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ مِنْ شَيْءٍ فَلْيتَحَلَّلْه ِمِنْه الْيَوْمَ قَبْلَ أَلَّا يكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ، إنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمتِهِ، وإنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سيِّئَاتِ صاحِبِهِ، فَحُمِلَ عَلَيْهِ رواه البخاري.

artinya “Dari Abu Hurairoh Ra, dari Nabi SAW bersabda; barang siapa yang mempunyai kesalahan ( mendolimi ) saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya segera, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal saleh, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal saleh, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zalimi” (HR. Bukhari no.2449)

Dari disinilah jelas bahwa ucapan mohon ma`af lahir batin yang khusus pada `idul fitri adalah salah kaprah, karena Tidak ada dalil satu ayat Qur’an ataupun Hadits yang menunjukan keharusan mengucapkan ”Mohon Maaf Lahir & Batin” di saat-saat Idul Fitri. Ucapan yang tepat sesuai syariat diucapkan pada saat `idul fitri adalah  “TAQOBBALALLAHU MINNA WA MINKUM”. dengan  merujuk beberapa referensi diantaranya sebagaimana diungkapkan dalam kitab al Hawi Lil Fatawa; 

عن مُحمَّد بن زِيادٍ الأَلْهانيِّ، قال: (رأيتُ أبا أُمامةَ الباهليَّ يقول في العيدِ لأصحابِه: تَقبَّلَ اللهُ مِنَّا ومِنكُم رواه زاهرُ بن طاهر

Artinya : dari Muhammad bin Ziyad al Haniy berkata; saya melihat Abu Umamah Al Bahiliy mengucapkan selamat kepada para Sahabat Nabi pada saat `idul Fitri dengan ucapan Taqabbalallahu minna wa minkum ( vide: Al Hawi Lil Fatawa, 1/94, lihat juga Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah 355 ) 

dicontohkan langsung oleh para sahabat Rasululloh SAW ketika `idul fitri.  Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Sunan al-Baihaqi meriwayatkan yang 

عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ قَالَ: لَقِيتُ وَاثِلَةَ بْنَ الأَسْقَعِ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَقُلْتُ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ، فَقَالَ: نَعَمْ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ، قَالَ وَاثِلَةُ: لَقِيتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ عِيدٍ فَقُلْتُ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ، فَقَالَ: نَعَمْ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ.

artinya  “ Diriwayatkan dari Khalid bin Ma’dan, ia berkata, “Aku bertemu Watsilah bin Asqa’ pada hari Raya. Aku katakan padanya: Taqabbalallahu minna wa minka. Watsilah menanggapi, ‘Aku pernah bertemu Rasulullah SAW pada hari raya, lantas aku katakan ‘Taqabbalallahu minna wa minka’. Beliau menjawab, ‘Ya, Taqabbalallahu minna wa minka.” 

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. ( Vide: Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379, 2/446. Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah (354) mengatakan bahwa sanad riwayat ini shahih )

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, 

أَمَّا التَّهْنِئَةُ يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ إذَا لَقِيَهُ بَعْدَ صَلاةِ الْعِيدِ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ , وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك , وَنَحْوُ ذَلِكَ , فَهَذَا قَدْ رُوِيَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ أَنَّهُمْ كَانُوا يَفْعَلُونَهُ وَرَخَّصَ فِيهِ , الأَئِمَّةُ , كَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِ . لَكِنْ قَالَ أَحْمَدُ : أَنَا لا أَبْتَدِئُ أَحَدًا , فَإِنْ ابْتَدَأَنِي أَحَدٌ أَجَبْته , وَذَلِكَ لأَنَّ جَوَابَ التَّحِيَّةِ وَاجِبٌ , وَأَمَّا الابْتِدَاءُ بِالتَّهْنِئَةِ فَلَيْسَ سُنَّةً مَأْمُورًا بِهَا  وَلَا هُوَ أَيْضًا مِمَّا نُهِيَ عَنْهُ فَمَنْ فَعَلَهُ فَلَهُ قُدْوَةٌ وَمَنْ تَرَكَهُ فَلَهُ قُدْوَةٌ . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ

 .Artinya : “Adapun tentang ucapan selamat (tah-niah) ketika hari ‘ied seperti sebagian orang mengatakan pada yang lainnya ketika berjumpa setelah shalat ‘ied, “Taqobbalallahu minna wa minkum wa ahaalallahu ‘alaika” dan semacamnya, maka seperti ini telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi. Mereka biasa mengucapkan semacam itu dan para imam juga memberikan keringanan dalam melakukan hal ini sebagaimana Imam Ahmad dan lainnya. Akan tetapi, Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak mau mendahului mengucapkan selamat hari raya pada seorang pun. Namun kalau ada yang mengucapkan selamat padaku, aku akan membalasnya”. Imam Ahmad melakukan semacam ini karena menjawab ucapan selamat adalah wajib, sedangkan memulai mengucapkannya itu bukanlah sunnah yang diperintahkan dan bukan pula sesuatu yang dilarang. Karena itu, siapa yang melakukannya, maka ia memiliki teladan dalam hal ini. sedangkan yang meninggalkannya, maka ia pun memiliki teladan dalam hal ini. Wallahu a’lam.  

( vide: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 24/138 )

قال أحمدُ: لا بأسَ أن يقولَ الرجلُ للرجل يومَ العيد: تقبَّل الله منَّا ومنك.

Artinya : Ahmad berkata; tidak apa apa pada `idul fitri  seseorang mengucapkan kepada orang lain dengan ucapan Taqabbalallahu minnaa wa minka. 

( vide: Ibnu Qudamah di Al Mughni, 3/294 )

Ibnu Hajar Al Asqalani pengarang kitab Fathul Bari  berkata, 

فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك

Artinya : dari Jubair bin Nufair, ia (Jubair bin Nufair) berkata: “Jika Para sahabat Rasulullah saling bertemu di hari raya, sebagiannya mengucapkan kepada sebagian lainnya: “Taqabbalallahu minnaa wa minka". 

( vide: Al Hawi Lil Fatawa, 1/94, Fathul Bari Juz II Halaman 517 )

Dari beberapa Riwayat diatas, memberikan benang merah, ucapan ‘Taqabbalallahu minna wa minka’ merupakan bacaan yang disyariatkan (masyru’) dan hukum mengucapkannya sunnah di hari raya `idul fitri. disamping itu ucapan ini termasuk Jumlah do`aiyyah ( kalimat do`a) mempunyai harapan agar seluruh ibadah di bulan romadhan diterima disisi Allah SWT. Disini tampak jelas Korelasi ucapan Taqabbalallahu minna wa minka’ dengan do`a setelah shalat taraweh dan Witir

اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّعَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ  تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ

Artinya “Ya Allah, terimalah shalat kami, puasa kami, rukuk kami, sujud kami, duduk rabah kami, kerendahdirian kami, kekhusyukan kami, pengabdian kami, dan sempurnakanlah apa yang kami lakukan selama kami menunaikan shalat  Ya Allah, Tuhan seru sekalian alam.”



Walaupun ucapan yang disyariatkan adalah ‘Taqabbalallahu minna wa minka’, tidak menutup kemungkinan ucapan ucapan lain yang sudah mentradisi dan adat di masyarakat tidak diperbolehkan, tentunya  tetap diperbolehkan sepanjang ucapan pada `idul fitri tersebut tidaklah menjadikannya sebagai ibadah ritual. Ini hanyalah semata mata dilakukan dalam rangka ‘adat (kebiasaan), memuliakan dan penghormatan. Disamping itu  ucapan pada `idul fitri tersebut mengandung  kebaikan dan do`a,  sekalipun salah kaprah dalam penerapannya dan maknanya,  seperti Minal ‘aidin wal faizin mohon ma`af lahir (selamat hari raya, semoga kembali suci, dan meraih kemenangan) ‘Ied mubarak (semoga menjadi ‘ied yang penuh berkah), (selamat berhari raya dan meraih kemenangan),  Kullu ‘aamin wa antum bi khair (semoga di sepanjang tahun terus berada dalam kebaikan). Sugeng Riyadin (selamat hari raya dalam bahasa Jawa) dan lain sebagainya.

*Penulis adalah Kepala KUA Kecamatan Gambiran

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama