Banyuwangi (Bimas Islam) Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bersama Komisi VIII DPR RI menggelar sosialisasi pengelolaan dana haji di Hallroom Aston Banyuwangi Hotel & Conference Center, Senin (19/5). Kegiatan ini dihadiri oleh para pengurus Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), pengurus pondok pesantren, IPHI, serta perwakilan majelis taklim se-Kabupaten Banyuwangi.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Ina Ammania, yang turut hadir dalam kegiatan ini menegaskan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap pengelolaan keuangan haji. “Saya ingin informasi yang benar tentang dana haji sampai ke masyarakat. Jangan sampai ada kabar yang tidak jelas sumbernya. Karena ini menyangkut kepercayaan umat,” ujar Ina yang juga merupakan wakil rakyat dari Dapil III Jawa Timur yang meliputi Banyuwangi.
Ina juga menyampaikan keprihatinannya atas banyaknya informasi yang tidak akurat terkait dana haji yang beredar di masyarakat. Ia menegaskan bahwa dirinya akan terus memperjuangkan kepentingan masyarakat Banyuwangi dalam penyelenggaraan ibadah haji, termasuk pengelolaan nilai manfaat dana haji agar tidak memberatkan jamaah di masa mendatang.
Lebih lanjut, Ina menyoroti fenomena jamaah haji ilegal yang masih terjadi. “Tahun 2024 ini masih ditemukan rombongan liar atau Romli yang nebeng ke tenda jamaah resmi di Mina. Padahal Pemerintah Arab Saudi kini semakin ketat, bahkan tidak memiliki visa haji pun tidak bisa masuk ke Masjidil Haram,” ungkapnya.
Terkait daftar tunggu haji, Ina menyebutkan bahwa beberapa daerah seperti Makassar saat ini menghadapi antrean haji hingga 40 tahun. Oleh karena itu, ia mendukung langkah-langkah pemerintah untuk memperbaiki sistem penyelenggaraan haji, terutama mulai tahun depan, ketika sebagian besar wewenang operasional berada di tangan Badan Pelaksana Haji.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Dr. H. Chaironi Hidayat, juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak jelas mengenai dana haji. “Masyarakat harus lebih selektif dalam menerima informasi, apalagi menyangkut dana haji. Kami berharap KBIHU, pesantren, dan majelis taklim bisa menjadi garda terdepan dalam memberikan edukasi yang benar,” katanya.
Dalam paparannya, Bapak Fani Sufiyandi dari BPKH menjelaskan secara detail mengenai pengelolaan dana haji sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Ia menegaskan bahwa dana haji yang bersumber dari setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) hanya boleh digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan haji.
“Dana haji dikelola secara profesional, dengan prinsip nirlaba. Artinya, tidak untuk mencari keuntungan komersial, tetapi untuk meningkatkan kualitas layanan haji, termasuk akomodasi, transportasi, konsumsi, dan pelayanan di Arafah, Muzdalifah, serta Mina,” jelasnya.
Ia juga mengutip fatwa MUI dan Ijtima' Ulama VIII yang menyatakan haram hukumnya menggunakan hasil investasi dana setoran awal BPIH untuk membiayai jemaah lain. “Pemanfaatan di luar haji, termasuk untuk infrastruktur, bukan hanya berpotensi melanggar undang-undang, tapi juga prinsip-prinsip syariah,” tegas Fani.
Dalam sesi tanya jawab, Ustaz Muporrobin dari Pesantren Nur Cahaya menanyakan efektivitas penggunaan dana haji dan berharap agar seluruh dana benar-benar difokuskan untuk kepentingan berhaji. Sementara itu, perwakilan dari Pesantren Darussalam, Muhammadun, menyampaikan keluhan terkait mahalnya biaya haji melalui Embarkasi Surabaya pada tahun 2025 mendatang.
Menanggapi hal ini, Ina Ammania menyampaikan bahwa dana abadi umat yang berasal dari sisa perjalanan haji tahun-tahun sebelumnya dapat dikelola secara profesional. “Dana tersebut bisa digunakan untuk kemaslahatan umat, asalkan sesuai dengan prinsip syariah dan aturan perundang-undangan,” pungkasnya.
Kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat menjadi wadah edukasi dan klarifikasi publik terkait keuangan haji, sehingga masyarakat tidak lagi dibingungkan oleh kabar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.