Dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW Bersabda: “Tidak diperbolehkan iri hati kecuali terhadap dua orang: Orang yang dikaruniai (ilmu) Al Qur’an oleh Allah, lalu ia membacanya malam dan siang hari, dan orang yang dikaruniai harta oleh Allah, lalu ia menginfakannya malam dan siang hari.” (HR. Bukhari, Tarmidzi, dan Nasa’i).
Penjelasan Hadis
Hadis ini menjelaskan penempatan iri hati yang dibolehkan dalam Islam. Dalam hadis ini, iri hati ditempatkan pada dua hal yaitu kegemaran membaca Al-Qur’an dan kegemaran bersedekah. Pada riwayat lain disebutkan penempatan iri hati yang dibolehkan yaitu kegemaran bersedekah dan kegemaran mengamalkan serta mengajarkan ilmu.
Kalimat “Tidak diperbolehkan iri hati” menunjukkan adanya potensi sifat iri hati pada setiap individu, karena Allah SWT tidak hanya menitipkan karakter yang berpotensi kepada keburukan, namun Dia juga menitipkan karakter kebaikan (Qs. Asy-Syamsu: 8). Sebagian manusia ada yang menampilkan karakter keburukannya sehingga ia terjerumus dalam kenistaan, dan sebagian lagi menampilkan karakter kebaikannya sehingga ia meraih keuntungan.
Demikian pula sifat iri hati. Di satu sisi, sifat ini bisa melahirkan kebencian, permusuhan, dan konspirasi kejahatan, jika obyek yang dituju bersifat kebendaan atau materil. Sifat iri hati semacam ini disebut hasad, yaitu mengharapkan nikmat Allah pada seseorang dengan mengharapkan hilangnya nikmat itu dari orang tersebut. Di sisi lain, iri hati dapat melahirkan motivasi dan semangat dalam melakukan kebajikan, jika obyek yang dituju adalah amalan kebaikan seperti yang dijelaskan dalam hadis. Sifat iri hati semacam ini disebut al-ghibthah, yaitu mengharapkan nikmat Allah pada diri seseorang tanpa mengharapkan hilangnya nikmat itu dari orang tersebut.
Iri Hati yang Dibolehkan
Kalimat “kecuali terhadap dua orang” menunjukkan arah obyek iri hati yang dibolehkan oleh Rasulullah SAW sehingga hukum asal keharaman iri hati terhadap orang lain dapat berubah menjadi boleh bahkan dianjurkan. Status awal iri hati yang bisa menghancurkan karakter dan moralitas berubah menjadi energi positif untuk meraih kebaikan dunia dan akhirat. Perubahan orientasi sifat iri hati ini dapat terwujud dengan merubah orientasi hidup dari meraih kesenangan kepada ketenangan, dari menuruti hawa nafsu kepada menuruti nurani hati, dan dari materil oriented kepada akhirat oriented.
Kalimat “Orang yang dikaruniai (ilmu) Al Qur’an oleh Allah, lalu ia membacanya malam dan siang hari” menunjukkan hakekat ilmu berasal dari Allah SWT, bukan semata-mata akal pikiran manusia. Dia memberikan pengetahuan Al-Qur’an kepada orang yang Dia kehendaki, karena ilmu Al-Qur’an adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan oleh orang yang berbuat maksiat. Iri hati terhadap orang ini, karena ia mampu memanfaatkan anugerah Al-Qur’an dengan membaca, mengajarkan, mengkaji, dan mengamalkan isi kandungan Al Qur’an setiap saat. Sehingga seakan-akan tidak ada jarak antara dirinya dengan Al-Qur’an.
Demikian pula kalimat “orang yang dikaruniai harta oleh Allah, lalu ia menginfakannya malam dan siang hari” menunjukkan hakekat harta bersumber dari Allah SWT. Dia melapangkan atau menyempitkan rezeki kepada orang yang Dia kehendaki. Siapa yang Allah lapangkan rezeki maka bersyukurlah, dan siapa yang Allah sempitkan rezeki maka bersabarlah. Dianjurkan iri hati terhadap orang seperti ini, karena ia memandang kekayaan bukanlah semata-mata hasil jerih payahnya, tetapi semata-mata kebaikan Allah SWT. Sehingga orang tersebut gemar mensyukuri nikmat dengan berinfak setiap saat sebagaimana digambarkan oleh Allah SWT:
"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati" (Qs. Al-Baqarah: 274).
Pertanyaannya, mengapa Rasulullah SAW hanya membolehkan iri hati terhadap kedua kelompok orang ini? Menurut hemat kami, redaksi hadis ini memberikan motivasi untuk gemar membaca Al Qur’an dan bersedekah, karena kedua ibadah ini merupakan ibadah yang amat mudah ditinggalkan. Banyak sekali umat Islam yang buta aksara Al-Qur’an atau tidak mahir membaca Al Qur’an, namun mereka membiarkan diri larut dalam buta aksara Al Qur’an. Mereka enggan belajar kepada guru ngaji Al-Qur’an dengan alasan kesibukan atau malu karena usia.
Demikian pula, banyak umat Islam yang diberikan keluasan rezeki, namun sulit bersedekah. Ada yang beralasan karena banyak kebutuhan, atau berbohong tidak ada uang, atau faktor kesombongan seperti Qarun yang mengatakan kekayaannya diraih semata-mata ilmunya sendiri.
Sifat iri hati dalam kebaikan menjadi ciri khas para sahabat yang selalu termotivasi dalam kebaikan. Tak jarang, setiap kali Rasulullah SAW melelang kebaikan, para sahabat berlomba-lomba saling berebutan untuk menjadi pemenangnya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan dari Anas bin Malik bahwa ada seorang lelaki Anshar yang datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta sesuatu. Nabi bertanya kepadanya, "Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu?" Lelaki itu menjawab, "Ada. Dua potong kain, satu kain untuk dipakai dan satu potong lagi untuk alas duduk, serta cangkir untuk meminum air." Nabi berkata, "Kalau begitu, bawalah kedua barang itu kepadaku." Lelaki itu pun datang membawa kedua potong kainnya. Lalu Nabi melelang, "Siapa yang mau membeli barang ini?" Salah seorang sahabat menjawab, "Saya mau membelinya dengan harga satu dirham." Nabi bertanya lagi, "Ada yang mau membelinya dengan harga lebih mahal?". Nabi menawarkannya hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang sahabat berkata, "Aku mau membelinya dengan harga dua dirham." Maka Nabi memberikan dua potong kain itu kepadanya dan beliau mengambil uang dua dirham itu dan memberikannya kepada lelaki Anshar tersebut (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa`i, dan at-Tirmidzi).
Untuk itu, di penghujung bulan suci Ramadan ini, marilah kita bersemangat untuk gemar membawa Al-Qur’an siang dan malam, serta gemar bersedekah membantu anak-anak yatim, kaum dhuafa, dan saudara-saudara kita yang terkena dampak ekonomi pandemi Covid-19. Bacalah Al-Qur’an setiap saat agar dicintai Allah, dan bersedekahkan agar diberkahi Allah.
Demikian, semoga bermanfaat.
Subhan Nur, Lc, M.Ag
(Kepala Seksi Pengembangan Metode dan Materi Dakwah Dit. Penerangan Agama Islam)
Sumber : Bimas Islam Kemenag RI
Tags:
Stay At Home