Kisah Syekh Siti Jenar tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Wali Songo di Indonesia, hal ini dengan mengingat peran Syekh Siti Jenar dalam ”mewarnai” pemahaman yang sedikit berbeda dari yang diajarkan oleh para wali songo. Ajaran yang disampaikan Syekh Siti Jenar dianggap belum saatnya diajarkan kepada masyarakat yang masih awam dan dianggap membahayakan akidah.
Terlepas dari bentuk
pengadilan yang diterapkan saat itu atau kematiannya yang menyimpan misteri,
salah satunya adalah tempat pemakamannya. Sehingga di penjuru tanah Jawa mafhum
ditemui makam yang konon diyakini sebagai makam Syekh Siti Jenar.
Di Kabupaten Banyuwangi
ada dua desa di dua kecamatan yang bertetangga dengan nama Lemahbang, yakni
Lemahbang Dewo berada di Kecamatan Rogojampi, serta Desa Lemahbang Kulon,
Kecamatan Singojuruh. Hal ini sangat menarik untuk diteliti dengan mengingat di
Tanah Jawa ini ada banyak nama desa dengan nama Lemahbang atau Lemah Abang yang
dalam bahasa Indonesia berarti ’Tanah Merah’. apakah nama-nama tersebut
berkaitan berdasarkan sejarahnya, ataukah berdiri sendiri.
Hampir semua Desa Lemahbang atau Lemah Abang tersebut menurut
cerita yang diperoleh secara turun-temurun merupakan sebuah wilayah yang
dirintis oleh Syekh Siti Jenar, baik oleh dirinya sendiri maupun oleh para
cantrik (santrinya) yang menetap di wilayah tersebut. Jika melihat banyaknya
nama wilayah dengan nama yang sama, yakni Lemahbang atau Lemah Abang yang
dikaitkan dengan Syekh Siti Jenar, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
perjalanan Syekh Siti Jenar telah hampir meliputi seluruh Pulau Jawa, karena
nama Lemahbang atau Lemah Abang dapat ditemui mulai Cirebon sampai Banyuwangi.
Di Desa Lemahbang Kulon
ada petilasan yang diyakini sebagai petilasan Syekh Siti Jenar yang selalu
didatangi para peziarah dengan berbagai kepentingan. Masyarakat setempat
meyakini bahwa nama desa tersebut terkait erat dengan Syekh Siti Jenar yang
diyakini pernah mendiami tempat tersebut. Hal ini dibuktikan dengan beberapa
makam kuno yang diyakini sebagai makam murid murid Syekh Siti Jenar atau tokoh
yang berpengaruh yang ada kaitannya dengan Syeh Siti Jenar.
Penamaan Desa Lemahbang
Kulon ini tidak lepas dari foklor yang hidup pada masyarakat tersebut. Petilasan
yang dikenal dengan nama Lastono tersebut diyakini banyak menyimpan misteri
gaib. Karenanya setiap malam selalu ramai dikunjungi orang yang salah satu
tujuannya berkaitan dengan mistis dan barang gaib.
Lelaku Syekh Siti Jenar sampai di Bumi Blambangan ini membuktikan bahwa sejak zaman dahulu Banyuwangi merupakan tempat yang menarik untuk di kunjungi, meskipun saya yakin Syekh Siti Jenar datang ke sini bukan untuk berwisata. Lelaku Syekh Siti Jenar tersebut diyakini masyarakat setempat bukan untuk khusus menyebarkan agama Islam, melainkan untuk bertapa dan menenangkan diri. Hal ini dapat difahami dengan mengingat sampai saat ini masih banyak orang-orang dari wilayah Mataraman dan Jawa Tengah yang menenangkan diri (bertapa) di beberapa tempat di hutan-hutan di Bumi Blambangan.
Terlepas dari kebenaran
cerita tersebut, hal ini membuktikan bahwa Bumi Blambangan yang terletak di
ujung Pulau Jawa Ini menyimpan banyak sejarah dan misteri yang perlu diteliti
dengan lebih sungguh sungguh. Kedatangan Syekh Siti Jenar dan beberapa ulama
besar pada zamannya hingga lahirnya Sunan Giri dari ibundanya, Dewi Sekar Dadu
yang merupakan putri dari Raja Blambangan saat itu, menunjukkan bahwa beberapa
agama teah hidup rukun di wilayah ini sejak ratusan tahun yang lalu.
Situs-situs bersejarah
di Kabupaten Banyuwangi tidak sedikit yang tidak terawat, terlebih beberapa
situs berada di tempat yang sulit dijangkau, sehingga tidak banyak dikunjungi.
Keberadaan situs tersebut salah satunya sebagai alat pengenalan sejarah dan budaya
lokal untuk memberi semangat dan motivasi kepada kita bahwa bumi tempat kita
berpijak ini merupakan bumi yang diperebutkan banyak orang, bumi yang banyak
dikunjungi para tokoh di masa lalu. Karenanya, kebanggaan diri kita yang masih
menempati tanah penuh berkah ini, harus tetap dipupuk untuk menjadi mayarakat
bermental juara.
Beberapa seni dan budaya yang hidup di tengah masyakat dengan
nuansa keagamaan yang kuat yang masih hidup sampai saat ini, menunjukkan bahwa
perkembangan ajaran agama Islam di ujung timur Pulau Jawa ini telah lama
dilakukan sejak zaman para wali songo, atau mungkin jauh sebelumnya.
Perkembangan dan dakwah yang dilakukan dalam seni dan budaya setempat sebagai
ciri khas dakwah para wali yang dapat diterima oleh masyarakat tersebut sebagai
salah satu pembelajaran bagi kita untuk bersikap dewasa dalam menghadapi
perbedaan. Para pendahulu kita di Bumi Blambangan telah menunjukkan bagaimana
melakukan dakwah melalui wadah yang sama dengan yang berlainan ideologi maupun
agama, dengan cara yang sangat santun dan sangat jauh dengan makna kekerasan
maupun peperangan dengan senjata. (*)
*Penulis adalah ASN dan
Ketua Lentera Sastra Kemenag Kab. Banyuwangi