Hadis Harian 6: Beribadah di Rumah

 


Dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: “Jadikanlah shalat-shalat kalian di rumah kalian, dan janganlah kalian menjadikan rumah sebagai kuburan.”  (HR. Bukhari dan Muslim).
 
Dasar Perintah Beribadah di Rumah

            Kalimat “Jadikanlah shalat-shalat kalian di rumah kalian” menjadi dasar perintah menjadikan rumah bukan saja sekedar tempat pertemuan antara orang tua dan anak, atau tempat melepas lelah dari berbagai aktivitas. Akan tetapi rumah juga menjadi sarana beribadah bagi anggota inti keluarga. Para ulama hadis menjelaskan bahwa perintah “shalat” yang dimaksud adalah shalat-shalat sunnah yang dikerjakan di rumah. Perintah ini bertujuan agar ibadah terjaga dari unsur riya dan sum’ah, serta agar rumah bertambah berkah, diturunkan rahmat, serta dijauhkan dari syetan. Sehingga shalat sunnah lebih utama dikerjakan di rumah dari pada di masjid, sebagaimana sabda Rasulullah SAW dari Zaid bin Tsabit RA:

“Wahai manusia, shalatlah kalian di rumah-rumah kalian, karena sebaik-baiknya shalat adalah shalat seseorang di rumahnya, kecuali shalat wajib.” [HR. Bukhari dan Muslim]

            Status kesunahan shalat sunah di rumah adalah umum, baik nawaafil (shalat rawatib) maupun shalat sunah yang lain. Tetapi, tidak semua shalat sunah dianjurkan untuk dilakukan di rumah. Terdapat beberapa shalat sunah yang dianjurkan dilakukan di masjid demi syi’ar Islam antara lain shalat Idul Fitri, Idul Adha, shalat Gerhana, dan shalat Istisqa.

            Kalimat “jangan kalian menjadikan rumah sebagai kuburan” merupakan pemisalan terhadap rumah yang kering dari ibadah shalat, bahkan penghuni rumah tersebut tidak pernah menjalankan shalat sunnah. Ibnu Baththol dalam Syarah Al-Bukhari mengatakan bahwa permisalan rumah yang tidak didirikan shalat di dalamnya dengan kuburan merupakan pemisalan cerdas yang menunjukkan tiada kebaikan bagi rumah dan penghuninya. Umar bin Al-Khaththab pernah berkata:

“Shalat seseorang di rumahnya adalah cahaya,maka hiasilah rumah kalian dengannya.” [Syarh Al-Bukhari, Ibnu Baththal]

            Selain menjalankan ibadah shalat di rumah, Rasulullah SAW juga memerintahkan kita agar menghiasi rumah dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Karena bacaan Al-Qur’an di rumah akan menjadikan rumah bercahaya yang kadar cahaya sesuai dengan jumlah ayat-ayat yang dibacakan. Semakin banyak ayat, maka semakin terang cahaya rumah, sehingga menyita perhatian penduduk langit untuk terus memandanginya dengan pandangan rahmat, permohonan ampunan, dan keberkahan bagi penghuninya. Jumlah rumah di bumi ini banyak sekali bahkan mencapai jutaan unit, tetapi rumah yang terlihat terang oleh penduduk langit amatlah sedikit, seperti bintang di langit yang jumlahnya milyaran tetapi bintang yang terlihat oleh penduduk bumi hanyalah bintang yang mendapatkan pantulan sinar matahari. Oleh karena itu, perintah membaca Al-Qur’an di rumah bertujuan agar rumah tersebut selalu mendapatkan cahaya Al Qur’an sehingga selalu dipandangi oleh penduduk langit dengan pandangan penuh cinta, rahmat, dan keberkahan. Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya rumah yang dibacakan di dalamnya Al-Qur’an, maka rumah tersebut akan terlihat oleh para penduduk langit sebagaimana terlihatnya bintang-bintang oleh penduduk bumi”. [HR. Ahmad]
 
Beribadah di Rumah Saat Covid-19

            Pada hadis di atas ditegaskan bahwa menjadikan rumah sebagai salah satu tempat ibadah merupakan sunnah. Dalam kondisi pandemi Covid-19, konsep pelaksanaan ibadah memiliki tujuan tambahan yaitu memutus penyebaran Covid-19 dengan menghindari kontak fisik dan kerumunan massa. Oleh karena itu, pelaksanaan ibadah di tengah pandemi Covid-19 dipusatkan di rumah demi menjaga keselamatan jiwa diri sendiri dan orang lain karena menolak mafsadat lebih didahulukan daripada meraih manfaat.

            Dalam konteks pengaturan ibadah saat Covid-19, Menteri Agama RI telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul FItri 1443 H
No SE. 06 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Kegiatan Peribadatan/Keagamaan di Tempat Ibadah Pada Masa PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid- yang bertujuan untuk memberikan panduan bagi pemangku kepentingan dan umat beragama di seluruh Indonesia dalam melaksanakan kegiatan peribadatan/keagamaan dan penerapan protokol kesehatan di tempat ibadah (Masjid/Musala, Gereja, Pura, Wihara, Kelenteng/Litang, dan tempat lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah) pada masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level 3, level 2, dan level 1 COVID-19 serta penerapan protokol kesehatan    dengan ketentuan sebagai berikut :      

 1. Tempat ibadah yang berada di kabupaten/kota dengan kriteria:

a.    level 3 (tiga), dapat mengadakan kegiatan peribadatan/keagamaan berjemaah/kolektif selama masa penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan jumlah jemaah paling banyak 50% (lima puluh persen) dari kapasitas dengan menerapkan protokol kesehatan;

b.    level 2 (dua), dapat mengadakan kegiatan peribadatan/keagamaan berjemaah/kolektif selama masa penerapan PPKM dengan jumlah jemaah paling banyak 75% (tujuh puluh lima persen) dari kapasitas dengan menerapkan protokol kesehatan; dan

c.    level 1 (satu), dapat mengadakan kegiatan peribadatan/ keagamaan berjemaah/ kolektif selama masa penerapan PPKM dengan jumlah jemaah 100% (seratus persen) dari kapasitas dengan menerapkan protokol kesehatan.

2. Pengurus dan Pengelola Tempat Ibadah:

a.    menyediakan petugas untuk menginformasikan serta mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan;

b.    melakukan pemeriksaan suhu tubuh untuk setiap jemaah menggunakan alat pengukur suhu tubuh (thermogun);

c.    menyediakan hand sanitizer dan sarana mencuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir;

d.    menyediakan cadangan masker;

e.    mengimbau jemaah dengan kondisi kurang sehat, berusia 60 (enam puluh) tahun ke atas, memiliki komorbid, dan ibu hamil/menyusui untuk melaksanakan ibadah di rumah masingmasing;

f.     mencegah terjadinya kerumunan sebelum dan setelah pelaksanaan kegiatan peribadatan/keagamaan dengan mengatur akses keluar dan masuk jemaah;

g.    melakukan disinfeksi ruangan pelaksanaan kegiatan peribadatan/keagamaan secara rutin;

h.    memastikan tempat ibadah memiliki ventilasi udara yang baik dan sinar matahari dapat masuk serta apabila menggunakan air conditioner (AC) wajib dibersihkan secara berkala; dan

i.      memastikan pelaksanaan khutbah, ceramah, atau tausiyah wajib memenuhi ketentuan: a) khatib, penceramah, pendeta, pastur, pandita, pedanda, atau rohaniwan memakai masker dengan baik dan benar; dan b) khatib, penceramah, pendeta, pastur, pandita, pedanda, atau rohaniwan mengingatkan jemaah untuk selalu menjaga kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan.

3. Jemaah:

a.    menggunakan masker dengan baik dan benar;

b.    menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan menggunakan air mengalir atau menggunakan hand sanitizer;

c.    dalam kondisi sehat (suhu badan di bawah 37 derajat celcius);

d.    tidak sedang menjalani isolasi mandiri; dan e. membawa perlengkapan peribadatan/keagamaan masingmasing (sajadah, mukena, dan sebagainya).

 

Hikmah dari wabah Covid-19 ini adalah menguatkan ketahanan keluarga dan kekuatan ibadah dilingkungan Keluarga. Inilah momentum untuk kita sama-sama berperang melawan Covid-19 dengan beribadah dan bermunajat kepada Allah SWT lebih banyak dari rumah.

Demikian semoga bermanfaat.

 

Syafaat, S.H., M.H.I

(Penyusun Bahan Pembinaan Keluarga Sakinah Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kab. Banyuwagi)

H. Subhan Nur, Lc, M.Ag

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama