Dialog Kerukunan Intern Umat Beragama, Perbedaan Membuat Harmoni Semakin Kuat

Banyuwangi (Bimas Islam) Dalam upaya memperkuat dakwah Islam moderat yang adaptif terhadap perkembangan zaman, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Banyuwangi menggelar Dialog Kerukunan Intern Umat Beragama, Kamis (13/6/2025) di Aula Bawah Kemenag Banyuwangi. Kegiatan ini melibatkan pimpinan ormas Islam, pengurus majelis taklim, penyuluh agama, serta pimpinan pondok pesantren di Banyuwangi. 


Forum ini menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis, mulai dari pentingnya digitalisasi dakwah hingga perlunya penguatan peran majelis taklim sebagai kekuatan sosial keagamaan. Dialog juga menekankan pentingnya menjaga kerukunan internal umat Islam sebagai fondasi harmoni lintas iman.

Kepala Subbagian Tata Usaha Kemenag Banyuwangi, Drs. H. Moh. Jali, M.Pd.I., mewakili Kepala Kantor Kemenag, secara resmi membuka kegiatan tersebut. Ia menekankan bahwa konsolidasi nilai-nilai damai dalam internal umat Islam merupakan langkah awal membangun masyarakat yang toleran dan inklusif.

“Dialog seperti ini menjadi awal penting sebelum kita berbicara soal toleransi antaragama. Dari internal dulu, kita teguhkan pesan damai,” ujarnya.

Kegiatan ini dipandu oleh H. Syafaat, S.H., M.H.I., dan menghadirkan narasumber utama Ketua FKUB Banyuwangi, Drs. H. Nur Chozin, S.H., M.H., yang menggarisbawahi bahwa toleransi bukanlah mencampuri ibadah umat lain, melainkan membangun solidaritas sosial dan nasionalisme bersama.

Senada, Abdul Aziz, S.H.I., M.H., dari PCNU dan ISNU Banyuwangi, menyoroti pentingnya dakwah digital. Ia mendorong para dai dan pengurus majelis taklim untuk memanfaatkan media sosial secara bijak.

“Konten keislaman harus hadir di ruang digital dengan narasi damai dan kontekstual, agar Islam rahmatan lil ‘alamin menjangkau generasi muda,” katanya.

Kasi Bimas Islam Kemenag Banyuwangi, H. Mastur, dalam laporannya menyebut bahwa terdapat lebih dari 6.900 majelis taklim aktif di Banyuwangi. Ia menegaskan pentingnya legalitas melalui SKT (Surat Keterangan Terdaftar) untuk memperkuat sinergi majelis taklim dengan pemerintah dan masyarakat.

“Majelis taklim bukan sekadar tempat pengajian, tetapi juga agen perubahan sosial,” ujarnya.

Kegiatan ini juga menjadi ruang silaturahmi antara berbagai ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, MUI, Al Irsyad, BKPRMI, dan LDII. Masing-masing memberikan masukan untuk strategi dakwah yang relevan dengan perkembangan zaman.

Para pimpinan pondok pesantren yang hadir turut menyoroti perlunya pelatihan teknis bagi dai dalam hal produksi konten keagamaan berbasis teknologi.

Sebagai tindak lanjut, dialog ini merekomendasikan program pelatihan digitalisasi dakwah bagi para penyuluh dan pengurus majelis taklim. Langkah ini diharapkan mampu memperkuat siaran keagamaan Islam yang inklusif dan relevan, sekaligus menjaga semangat kerukunan di Banyuwangi.

Menutup kegiatan, para peserta menyepakati bahwa narasi damai dan kebersamaan harus terus dirawat dari dalam komunitas umat Islam, agar Banyuwangi tetap menjadi contoh daerah yang harmonis dan toleran dalam keberagaman.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama