FGD ini merupakan bagian dari penguatan EWS yang dibangun secara nasional, dengan Banyuwangi tergolong dalam zona dua, yakni wilayah Jawa dan Bali. Zona ini dikenal sebagai kawasan dengan dinamika sosial tinggi, sehingga pendekatan keagamaan menjadi instrumen penting dalam deteksi dan pencegahan dini potensi konflik.
Kegiatan diskusi diformat secara terbuka dan interaktif, dimoderatori oleh Syafaat, Para peserta berasal dari berbagai elemen, mulai dari organisasi keagamaan, sosial kemasyarakatan, hingga penyuluh agama. Forum ini diharapkan menghasilkan rumusan awal bagi sistem deteksi dini konflik sosial berbasis komunitas dan agama di Banyuwangi.
Kepala Kantor Kemenag Banyuwangi, Chaironi Hidayat, dalam sambutannya menegaskan bahwa kedewasaan masyarakat dalam menyikapi perbedaan adalah fondasi utama dalam menjaga kerukunan. Ia juga memetakan lima faktor yang berpotensi menjadi pemicu konflik sosial, yang menurutnya harus dikenali sejak dini.
“Sebesar apa pun masalah, jika disikapi dengan kedewasaan dan kebijaksanaan, insyaAllah bisa selesai. Sebaliknya, masalah kecil yang ditanggapi dengan salah bisa berkembang menjadi konflik besar,” tegas Chaironi.
Senada dengan itu, Kepala Seksi Bimas Islam, Mastur, menyampaikan bahwa penguatan EWS tidak cukup hanya berada pada ranah struktural administratif, tetapi harus diimplementasikan langsung dalam realitas sosial masyarakat.
“Kita berada di zona dua EWS nasional, mencakup Jawa dan Bali. Maka Banyuwangi perlu langkah nyata dan terukur dalam pencegahan konflik berbasis pendekatan keagamaan,” ujarnya.
Sementara itu, Kasubbag Tata Usaha Kemenag Banyuwangi, Moh. Jali, yang juga anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), menekankan pentingnya pendekatan keagamaan sebagai strategi efektif dalam mencegah konflik horizontal.
“Pendekatan keagamaan sangat efektif karena masyarakat kita sangat meneladani tokoh-tokoh agama. Sering kali konflik yang tampak seperti konflik agama hanyalah topeng dari kepentingan politik atau ekonomi,” paparnya.
FGD ini diikuti oleh perwakilan dari MUI, PC-NU, PD-Muhammadiyah, PD-Aisyiyah, PC-Muslimat NU, PC-Fatayat NU, Al-Irsyad, IPHI, FKUB, Penyuluh Agama Islam, serta para Kepala KUA se-Kabupaten Banyuwangi.
Dengan keterlibatan lintas organisasi dan pemangku kepentingan, forum ini menjadi langkah awal konkret dalam memperkuat sistem ketahanan sosial berbasis kearifan lokal dan agama. Ke depan, rumusan hasil FGD ini diharapkan dapat ditindaklanjuti dalam bentuk kebijakan dan program lapangan yang lebih adaptif dan kolaboratif, demi terciptanya Banyuwangi yang damai, rukun, dan harmonis dalam keberagaman.