Zaskia Gotik dan Pernikahannya Yang Heboh di Media
Oleh : Syafaat
Pandemi
Covid-19 membatasi gerak sebagai salah satu upaya memutus rantai penyebaran
virus yang tak mengenal strata sosial tersebut. Kehadiranya membuat banyak
aktivitas menjadi terhenti atau berjalan tidak normal, tanpa terkecuali
peristiwa pernikahan yang dianggap
sebagai salah satu ritual sakral disahkannya dua orang berlainan jenis untuk
melakukan hubungan suami istri yang diharapkan hanya terjadi sekali sepanjang
hidupnya. Kondisi wabah yang melanda hampir seluruh dunia membuat banyak
pasangan terpaksa menunda pelaksanaan pernikahannya, terlebih regulasi
membatasi ruang gerak untuk dilaksanakannya rutual tersebut untuk dicatatkan
ssuai perundang undangan yang berlaku.
Pernikahan
yng diaksanakan pasangan Zaskia Gotik, Pedangdut yang dikenal dengan Goyang
Itik dengan Sirajuddin Mahmud menjadi perbincangan hangat dimedia. Hal ini
mengingat pasangan yang sebenarnya dapat melaksanakan pernikahan secara normal
dimana pada umumnya setelah akad nikah dapat memamerkan buku nikah sebagai satu
satunya bukti yang diakui menurut perundang undangan yang berlaku, bagi umat
Islam pada pasangan ini harus menunda
untuk mendapatkan sepasang buku sakti tersebut.
Diskusi
virtual yang dilaksanakan hingga larut malam oleh para penghulu di media sosial
terbatas membahas masalah tersebut terjadi silang pendapat terkait pernikahan
pedangdut kelahiran Bekasi, 27 April 1990 dengan nama lahir Surkianih tersebut.
Terlebih berkaitan dengan proses pencatatan nikah yang akan dilaksanakan oleh
pasangan yang juga akan menggelar resepsi pernikahan setelah pandemi corona
usai. Perbedaan pendapat terletak pada cara pembuktian adanya pernikahan yang
dapat dicatatkan tersebut, dimana hanya ada dua cara yang dapat dilaksanakan
untuk pencatatan pernikahan, yakni pernikahan yang dihadiri dan diawasi oleh
petugas, serta pernikahan yag tidak dihadiri dan diawasi oleh petugas dimana
sebagai dasar pencatatannya melalui putusan pengadilan.
Pasal
2 ayat (1) Undang undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi “"Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaan itu".
Karenanya pernikahan yang dilaksanakan dengan telah terpenuhinya sarat dan
rukun menurut Hukum agama yang diyakini oleh kedua mempelai, maka undang undang
menganggap bahwa pernikahan tersebut sah, karena negara tidak membuat Hukum
baru tentang pernikahan atau perkawinan. Hukum sahnya perkawinan sudah ada
sebelum terbentuknya sebuah negara, meskipun demikian, negara hadir untuk
memberikan kepastian hukum terhadap peristiwa pernikahan tersebut. Karenanya
Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak membuat hukum baru tentang sahnya sebuah
perkawinan.
Bagi umat Islam, Undang undang yang mengatur
tentang pencatatan pernikahan diatur dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 1946,
dimana dalam aturan tersebut sebagian persaratan untuk dicatatkannya
sebuah pernikahan yang dilakukan umat Islam pada awalnya masih menggunakan
dasar Kitab Undang Undang Hukum Perdata (BW) Sebagai Hukum Perkawinan materiil
yang kemudian digantikan dengan Undang undang Nomor 1 Tahun 1974, dimana Undang
undang ini merubah sebagian isi dari KUHPer atau BW yang berkaitan dengan
perkawinan, dan tidak merubah atau mengganti kedudukan Undang Undang Nomor 22
Tahun 1946.
Diskusi
pada Group WA dari perwakilan Penghulu dan Insan KUA se Indonesia yang juga
diikuti Hizbullatif, Kepala KUA yang mewilayahi tempat dilangsungkannya
pernikahan Zaskia Gotik dengan Sirojjudin Mahmud hingga larut malam tersebut
memberikan sebuah kesimpulan bahwa masyarakat pada umumnya masih menganggap
bahwa perkawinan harus dilakukan pada hari hari tertentu yang dianggap istimewa
bagi mereka, dimana mereka berharap dengan melaksanakan pernikahan pada hari
tersebut akan membawa keberkahan. Meskipun agama tidak mengatur tentang hari
baik ini, namun tradisi yang masih diakui dan diyakini oleh masyarakat tidak
dapat diabaikan begitu saja. Lumrah jika pada hari dan bulan tertentu jumlah
pernikahan meningkat, namun ada juga bulan dimana hampir tidak ada yang
melaksanakan pernikahan.
Dalam
diskusi juga dibahas masalah Pasal 2 ayat (2) undang undang nomor 1 Tahun 1974
tentang keharusan perkawinan yang dicatat oleh petugas, dimana masyarakat menganggap
bahwa pernikahan ada yang hanya sah menurut agama atau lebih dikenal dengan
nikah siri, dan sah menurut hukum negara dengan dicatatkannya peristiwa penting
tersebut. Perbedaan penafsiran terhadap pemahaman ayat tersebut dapat difahami dengan mengingat perbedaan
cara pandang dari satu pasal dengan ayat yang berbeda, dimana satu pemahaman
menyatakan bahwa yag dimaksud pernikahan yang sah adalah pernikahan yang
dilaksanakan menurut hukum agamanya dan dicatatkan, dengan kata lain sah
menurut hukum agama dan sah menurut hukum pemerintah sedangkan pemahaman lain
menyatakan pernikahan sah menurut hukum agamanya sedangkan fungsi negara adalah
mencatatnya.
Pegawai
pencatat nikah juga berbeda pendapat terkait dengan pencatatan nikah siri
tersebut ketika yang bersangkutan bermaksud mencatatkan pernikahannya, ada yang
menolak pencatatan pernikahan siri tersebut dengan akad nikah baru dan
mengharuskan pasangan yang nikan siri mengajukan permohonan pengesahan
pernikahan di Pengadilan, sehingga pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan
hukum masing masing agamanya tersebut disahkan oleh Pengadilan dengan Putusan,
sehingga petugas tinggal mencatatnya sesuai dengan putusan pengadilan tesebut,
ada juga yang melaksanakan pencatatan pernikahan dengan mengabaikan pernikahan
siri yang telah dilaksanakan dan dianggap tidak ada dan dilaksanakan pernikahan
yang baru dihadapan petugas dan dicatatkan.
Konsekwensi
logis secara hukum bagi orang yang melaksanakan pernikahan secara siri atau
pernikahan dibawah tangan, atau pernikahan yang tidak dihadiri dan dicatat oleh
petugas pencatat yang ingin mencatatkan pernikahannya dengan cara melaksanakan
akan nikah yang baru, jika berpedoman pada penafsiran hukum sebagaimana ayat
(1) dari Pasal 2 Undangn undang Nomor 1 Tahun 1974, dimana sahnya pernikahan
adalah yang dilaksanakan menurut masing masing agamanya dan kepercayaannya itu,
maka jika orang tesebut melaksanakan pernikahan baru dengan pasangan yang sama
sebagai salah satu sarat pernikahan tersebut dapat dicatat karena pernikahan
yang dapat dicatat adalah pernikahan yang dilaksanakan dihadapat pegawai yang
ditunjuk, sama halnya pasangan mempelai tersebut secara tidak langsung mengkui bahwa
pernikahan sebelumnya yang dilaksanakan secara siri tersebut dianggap tidak
sah. Cara ini yang sering dilakukan oleh pasangan nikah siri untuk mendapatkan
pengakuan dari pemerintah,kaena dianggap lebih simpel daripada harus mengajukan
permohonan pengesahan nikah ke Pengadilan.
Beberapa
pasangan yang melaksanakan nikah siri yang ingin dicatatkan lebih memilih
mengajukan permohonan pengesahan nikah melalui Pengadilan, terutama pasangan
nikah siri yang terlanjur mempunyai anak. Hal ini dilakukan dengan mengingat
dengan pengesahan nikah tersebut, jika permohonan diterima dan dikabulkan oleh
pengadilan, maka nikah siri yang dilakukannya diakui keabsahannya melalui
putusan pengadilan dan dalam pencatatan pernikahanya diakui ketika nikah siri
tersebut berlangsung, sehingga tidak terjadi dua kali pernikahan berbeda waktu
dalam pasangan yang sama.
Kita
belum tahu jalur mana yang akan diambil oleh pasangan Zaskia Gotik dengan
Sirajjudin Abbas dalam mencatatkan
pernikahannya, apakan dengan melaksanakan akad nikah baru dan menganggap nikah
siri yang telah dilaksanakannya tidak ada, ataukah dengan cara mengajukan
pengesahan nikah melalui pengadilan Agama, ataukah ada cara lain dimana
kebetulan ketika pernikahan berlangsung juga dihadiri oleh Kepala KUA yang
kebetulan hadir meskipun tidak bermaksud untuk mengawasi dan mencatat
pelaksanaan pernikahan tersebut.
Meskipun
banyak artis yang melaksanakan nikah siri, namun beritanya tidak seheboh
pernikahan pedangdut yang dilaksanakan tanggal 22 April 2020 tersebut. Hal ini
terjadi dengan mengingat kondisi istimewa yang dialami keduanya dimana maksud
baik untuk melaksanakan pernikahan yang diawasi dan dicatat sesuai perundang
undangan yang berlaku tersebut terganjal dengan Surat Edaran dalam rangka
pencegahan penyebaran Covid-19, sehingga dengan alasan ingin melaksanakan
pernikahan pada hari baik tersebut, akad nikah tetap dilaksanakan meskipun
tidak tercatat.
Tags:
Artikel Pilihan