Hitungan
Weton Dalam Pernikahan
Oleh :
Drs. H. Sunarto, M.Pd.I
Data
pernikahan yang ada pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan, jumkah pernikahan
di setiap bulannya fluktuatif, ada hari-hari atau bulan-bulan tertentu jadwal
pernikahan penuh, dan pada beberapa bulan tertentu yang nyaris tanpa ada yang
melaksanakan pernikahan. Bulan yang menjadi acuan dalam melaksanakan pernikahan
tersebut menggunakan acuan bulan penanggalan Jawa, dan masih banyak orang yang
dangat yakin dan percaya bahwa dengan memilih hari dan bulan (yang menurut
mereka baik) tersebut akan melanggengkan perkawinan yang akan dilakukannya.
Pernikahan merupakan pintu menuju kehidupan rumah tangga yang diidamkan hanya dilakukan sekali dalam sejarah hidup manusia, karenanya persiapan seharusnya memang dilakukan dengan sangat matang, terutama dalam memilih calon pasangan yang cocok yang sesuai dengan karakter masing masing yang menurut istilah agama disebut dengan “sekufu”. Hal ini dimaksudkan agar perjalanan rumah tangga yang akan dilalui dapat selaras dalam pemikiran yang saling melengkapi antara suami dan isteri.
Hitungan
weton yang diyakini oleh masyarakat memanglah unik, meskipun kebenarannya juga
masih dipertanyakan, namun keyakinan terhadap hitungan tersebut masih banyak
diterapkan di masyarakat, terutama dalam melaksanakan pernikahan, karena mereka
sangat yakin bahwa dengan memiih hari dan bulan baik tersebut akan
melanggengkan rumah tannga, dan sebaliknya jika tidak sesuai dengan weton
maupun gugon tuhon yang ada
dimasyarakat akan mengakibatkan ketidak langgengan bahkan malapetaka, baik bagi
pasangan mempelai maupun keluarganya. Karenanya ada beberapa orang tua yang
menolak rencana pernikahan anaknya dengan alasan hitungan weton dan gugon tuhon
tersebut.
Idealnya
setiap pasangan hanya sekali melaksanakan akad nikah, karenanya wajar jika ada
berbagai upaya untuk dapat mewujudkannya. Memperoleh pasangan yang ideal
merupakan impian setiap orang. Mencari pasangan dengan hitungan weton dan akan
nikah pada saat hari dan bulan yang pas dianggap sebagai salah satu upaya dalam
melaksanakan keinginan tersebut.namun hal ini kadang menjadi sebuah kendala
ketika dua orang yang sedang jatuh cinta tidak mendapatkan restu orang tua hanya dengan alasan weton yang kurang
pas atau arah rumah dari kedua pasangan yang kurang tepat tersebut.
Mungkin
watak dan perilaku sebagaimana diprediksi dalam beberapa primbon tersebut
benar, dan hal ini sebaiknya dipelajari hanya sebagai penambah referensi dalam
memehami pasangan, sehingga dengan memehami karakteristik masing masing
pasangan terseut dapat saling memehami satu dengan yang lain, sehingga saling
dapat mengerti, ketika seseorang yang sudah terlanjur jatuh cinta bermaksud
untuki melanjutkan ke jenjang pernikahan. Orang jawa menyampaikan ahwa dalam
memilih calon pasangan harus dilihat bobot, bebet dan bibitnya.
Perkembangan
zaman mengakibatkan pergeseran nilai nilai keyakinan budaya yang ada di
masyarakkat tersebut dengan pertimbangan pertimbangan tertentu, dan hal ini
merupakan hal yang lumrah sebagai akibat perkembangan hidup manusia yang saling
berinteraksi satu sama lain, terlebih dengan adanya globalisasi yang
mempercepat interaksi antar bangsa. Sebanjang nilai budaya tersebut mengarah
kepada kebaikan maka sah sah saja. Sebagaimana contoh perkembangan pakaian yang
dikenakan masyarakat di Indonesia yang bergeser sesuai perkembangann zaman,
yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan keyakinan masing masing agamanya.
Pada
saat ini perkawinan yang berlandaskan pada hitungan weton mulai ditinggalkan,
namun untuk perhitungan pelaksanaan pernikahan dengan memilih hari dan bulan
tertentu masih tetap dipertahankan, mereka berkeyakinan bahwa pada dasarnya
Tuhan menciptakan semua hari adalah baik, namun juga tidak ada salahnya kita
memilih satu dari beberapa hari tersebut sepanjang masih ada pilihan. Karenanya
pada hari dan bulan tertentu pernikahan cenderung meningkat. Keyakinan dengan
memilih hari dan bukan tersebut jika diyakini kebenarannya, maka akan menjadi
doa meskipun tidak terucap.
Pergeseran
pelaksanaan pernikahan, terutama resepsi akad nikah mulai bergeser dari memilih
hari berdasarkan hari baik menurut hitungan weton, menjadi hari baik yang
diperkirakan semua keluarga dapat hadir dalam acara tersebut, yang sebagian
besar memilih pada ahir pekan. Karenanya tidak heran saat ini pelaksanaan
resepsi pernikahan cenderung dilaksanakan pada ahir pekan yag diharapkan
seluruh anggota keluarga dapat hadir untuk memberi doa restu.
Pergeseran
tersebut tidak lepas dari keyakinan yang dipegaruhi oleh kehidupan modern dan
keyakinan dari masing masing agamanya yang tidak memilih hari baik berdasarkan
hitungan weton, sehingga lebih mensandarkan pada takdir selain upaya pendidikan
dan pengetahuan tentang perkawinan, dengan istilah Terserah yang Ngecat Lombok. Dan lain lain. Kantor Urusan Agama
(KUA) Kecamatan dan Kementerian Agama juga telah membekali calon manten
(meskipun singkat) dengan peminaan perkawinan yang dilakukan sebelum
pelaksanaan perkawinan.
Keyakinan
terhadap tradisi mauppun budaya tersebut harus dilihat dari ruh maupun tujuan
dari tradisi maupun budaya tersebut, sehingga meskipun hitungan weton dalam
memahami karakteristik seseorang cenderung sudah tidak dipakai lagi, namun
harus dipahami tentang tujuan dari hitungan weton tersebut untuk saling memahami
karakteristik dari masing masing pasangan.
*Penulis
adalah Kepala KUA Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi