PMA Nomor 30 Tahun 2024


PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2024
TENTANG PENCATATAN PERNIKAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :       
a. bahwa untuk tertib administrasi, transparansi, dan kepastian hukum dalam pelaksanaan pernikahan bagi umat Islam, perlu mengatur mengenai pencatatan pernikahan; 
b. bahwa Peraturan Menteri Agama Nomor 22 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat, sehingga perlu diganti; 
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Pencatatan Pernikahan;

Mengingat :
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk; 
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia tanggal 21 Nopember 1946 Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, Rujuk di seluruh Daerah Luar Jawa dan Madura (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 694); 
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6401);
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994); 
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3250); 
7. Peraturan Presiden Nomor 152 Tahun 2024 tentang Kementerian Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 348); 
8. Peraturan Menteri Agama Nomor 25 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 691);


MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG PENCATATAN PERNIKAHAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 
1. Pernikahan adalah perkawinan bagi mereka yang beragama Islam. 
2. Pencatatan Pernikahan adalah kegiatan pengadministrasian peristiwa pernikahan. 
3. Pejabat Fungsional Penghulu yang selanjutnya disebut Penghulu adalah pegawai Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan, dan bimbingan masyarakat Islam. 
4. Pegawai Pencatat Nikah yang selanjutnya disingkat PPN adalah Penghulu yang ditugaskan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama atau pegawai yang ditunjuk untuk melakukan pencatatan nikah bagi yang beragama Islam. 
5. Pegawai Pencatat Nikah Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PPN LN adalah pejabat diplomatik dan konsuler atau pejabat lain di lingkungan Perwakilan Republik Indonesia Luar Negeri yang beragama Islam yang diangkat oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia Luar Negeri yang melaksanakan tugas pencatatan nikah.
6. Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang selanjutnya disingkat Pembantu PPN adalah pegawai Aparatur Sipil Negara atau anggota masyarakat yang ditugaskan untuk membantu Penghulu dalam menghadiri peristiwa nikah. 
7. Calon Pengantin yang selanjutnya disebut Catin adalah calon pasangan nikah yang terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. 
8. Akta Nikah adalah akta autentik pencatatan nikah. 
9. Buku Nikah adalah kutipan Akta Nikah dalam bentuk buku atau elektronik. 
10. Kartu Nikah adalah dokumen pencatatan nikah dalam bentuk elektronik. 
11. Buku Nikah Pengganti adalah dokumen kutipan Akta Nikah sebagai pengganti Buku Nikah yang rusak atau hilang. 
12. Akta Rujuk adalah akta autentik pencatatan peristiwa rujuk. 
13. Kutipan Akta Rujuk adalah dokumen petikan Akta Rujuk yang diberikan kepada pasangan suami istri yang rujuk. 
14. Sistem Informasi Manajemen Nikah yang selanjutnya disebut SIMKAH adalah aplikasi pengelolaan administrasi nikah berbasis elektronik. 
15. Pengadilan adalah pengadilan agama atau mahkamah syar’iyah. 
16. Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama pada tingkat provinsi. 
17. Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Kantor Kementerian Agama adalah instansi vertikal kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama pada tingkat kabupaten/kota. 
18. Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disingkat KUA adalah unit pelaksana teknis pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama yang melaksanakan tugas di bidang layanan bimbingan masyarakat Islam. 
19. Kepala KUA adalah pegawai negeri sipil Fungsional Penghulu dan Penyuluh Agama Islam yang diberi tugas tambahan memimpin KUA. 
20. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Islam. 
21. Direktur adalah pejabat pimpinan tinggi pratama yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang bina KUA dan keluarga sakinah. 
22. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang selanjutnya disebut Kepala Kantor Wilayah adalah pemimpin Kantor Wilayah. 
23. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut pemimpin Kantor Kementerian Agama.


Pasal 2 

(1) Pencatatan Pernikahan dapat dilakukan di dalam negeri dan di luar negeri.
 
(2) Pencatatan Pernikahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
        a. pendaftaran kehendak nikah;
        b. pemeriksaan nikah;
        c. pelaksanaan akad nikah; dan
        d. pencatatan nikah.

BAB II
PENCATATAN PERNIKAHAN DI DALAM NEGERI

Bagian Kesatu
Pendaftaran Kehendak Nikah


Pasal 3

(1) Pendaftaran kehendak nikah dapat dilakukan pada KUA tempat nikah akan dilaksanakan atau secara online melalui SIMKAH. 

(2) Pendaftaran kehendak nikah sebasgaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum dilaksanakan akad nikah. 

(3) Apabila pendaftaran kehendak nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, Catin harus mendapat surat dispensasi dari camat atau membuat surat pernyataan pertanggungjawaban bermeterai beserta alasannya.


Pasal 4

(1) Pendaftaran kehendak nikah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan melampirkan: a. surat pengantar nikah dari desa/kelurahan tempat tinggal Catin; 
b. foto kopi akta kelahiran; 
c. foto kopi kartu tanda penduduk; 
d. foto kopi kartu keluarga; 
e. surat rekomendasi nikah dari KUA setempat bagi Catin yang melangsungkan nikah di luar wilayah kecamatan tempat tinggalnya; 
f. surat keterangan sehat dari fasilitas kesehatan; 
g. persetujuan Catin; 
h. izin tertulis orang tua atau wali bagi Catin yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun; 
i. izin dari wali yang memelihara atau mengasuh atau keluarga yang mempunyai hubungan darah atau pengampu, dalam hal kedua orang tua atau wali sebagaimana dimaksud dalam huruf g meninggal dunia atau dalam keadaaan tidak mampu menyatakan kehendaknya; 
j. izin dari Pengadilan, dalam hal orang tua, wali, dan pengampu tidak ada; 
k. surat dispensasi kawin dari Pengadilan bagi Catin yang belum berusia 19 (sembilan belas) tahun dihitung pada tanggal pelaksanaan akad nikah;
l. surat izin dari atasan atau kesatuan jika Catin berstatus anggota Tentara Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Republik Indonesia; 
m. penetapan izin poligami dari Pengadilan bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang; 
n. akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak atau buku pendaftaran cerai bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama; dan 
o. akta kematian bagi janda atau duda ditinggal mati.

(2) Dalam hal warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri dan sudah tidak memiliki dokumen kependudukan, persyaratan pernikahan sebagai berikut: 
a. surat pengantar dari perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; 
b. persetujuan kedua Catin; 
c. Izin tertulis orang tua atau wali bagi Catin yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun; 
d. penetapan izin poligami dari pengadilan bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang; 
e. akta cerai atau surat keterangan cerai dari instansi yang berwenang; dan 
f. akta kematian bagi duda dan janda ditinggal mati.

(3) Bagi warga negara asing yang akan menikah dengan warga negara Indonesia, persyaratan pernikahan sebagai berikut: 
a. surat keterangan status tidak ada halangan untuk menikah/certificate of no impediment dari kedutaan atau kantor perwakilan dari negara yang bersangkutan; 
b. bagi negara asing yang telah memberlakukan sertifikat apostille, dokumen yang berisi surat keterangan status/tidak ada halangan menikah yang dikeluarkan lembaga berwenang dari negara asing diilengkapi dengan fotokopi sertifikat apostile; 
c. izin poligami dari pengadilan atau instansi yang berwenang pada negara asal Catin bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang; 
d. melampirkan foto kopi akta kelahiran; 
e. melampirkan akta cerai atau surat keterangan kematian bagi duda atau janda; 
f. melampirkan foto kopi paspor; dan 
g. melampirkan data kedua orang tua.

(4) Semua dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berbahasa asing, kecuali dokumen berbahasa melayu, harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi. 

(5) Dalam hal tidak terdapat kedutaan atau kantor perwakilan negara bagi warga negara asing di Indonesia, izin sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf a dapat diminta dari instansi yang berwenang pada negara yang bersangkutan.

(6) Dalam hal negara asal suami tidak mengatur ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, izin poligami dapat diajukan pada pengadilan di Indonesia.


Pasal 5

(1) Catin yang telah melakukan pendaftaran kehendak nikah wajib mengikuti bimbingan perkawinan. 

(2) Bimbingan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan memberikan pembekalan bagi Catin mengenai perencanaan, pengetahuan, dan keterampilan mengelola kehidupan keluarga, reproduksi sehat, serta dinamika perkawinan dan keluarga. 

(3) Catin yang telah mengikuti bimbingan perkawinan diberikan sertifikat. 

(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan bimbingan perkawinan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.


Pasal 6

(1) PPN melakukan pemeriksaan nikah untuk memastikan kelengkapan dan kebenaran dokumen dan persyaratan nikah. 

(2) Pemeriksaan nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di KUA dengan ketentuan sebagai berikut: a. menghadirkan calon suami, calon istri, dan wali nikah untuk memastikan ada atau tidaknya halangan untuk menikah; b. memastikan akurasi dan kebenaran data dan dalam pemeriksaan nikah kedua Catin membuat surat pernyataan pertanggungjawaban mutlak; c. saat pemeriksaan nikah kedua Catin tidak menggunakan masker atau kain penutup wajah; dan d. telah mengikuti bimbingan perkawinan yang dibuktikan dengan sertifikat. 

(3) Dalam hal PPN terdapat keraguan mengenai jenis kelamin dari Catin, Catin harus menyerahkan surat keterangan dokter yang menyatakan jenis kelamin yang bersangkutan. 

(4) Dalam hal dokumen dan persyaratan nikah dinyatakan lengkap, hasil pemeriksaan dituangkan dalam lembar pemeriksaan nikah yang ditandatangani oleh: a. calon suami; b. calon istri; c. wali nikah; dan d. PPN. 

Pasal 7

(1) Dalam hal hasil pemeriksaan nikah belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 6, Kepala KUA memberitahukan secara tertulis kepada calon suami, calon istri, atau wali nikah untuk melengkapi dokumen persyaratan.

(2) Calon suami, calon istri, wali nikah, atau wakilnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melengkapi dokumen nikah paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal akad nikah. 


Pasal 8 

(1) Dalam hal pemeriksaan nikah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak terpenuhi atau terdapat halangan untuk menikah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan, kehendak nikah ditolak. 

(2) Kepala KUA memberitahukan penolakan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada calon suami, calon istri, atau wali nikah disertai alasan penolakan. 


Pasal 9

(1) Dalam hal telah terpenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 7 ayat (2), Kepala KUA mengumumkan kehendak nikah. 

(2) Pengumuman kehendak nikah dilakukan pada tempat tertentu di KUA, atau di media lain yang dapat diakses oleh masyarakat. 


Bagian Kedua 
Pelaksanaan Akad Nikah 


Pasal 10 

(1) Akad nikah dinyatakan sah jika memenuhi rukun nikah. 
(2) Rukun nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 
        a. calon suami; 
        b. calon istri; 
        c. wali nikah; 
        d. dua orang saksi; dan 
        e. ijab kabul. 

Pasal 11 

(1) Calon suami dan calon istri hadir dalam akad nikah. 

(2) Persyaratan calon suami dan calon istri sebagaimana dimaksud pada ayat (1): 
        a. beragama Islam; 
        b. berusia paling rendah 19 (sembilan belas) tahun; dan 
        c. berjenis kelamin laki-laki untuk calon suami dan perempuan untuk calon istri. 

(3) Dalam hal calon suami tidak hadir pada saat akad nikah, kehadiran calon suami dapat diwakilkan kepada orang lain dengan membuat surat kuasa di atas meterai yang diketahui oleh 2 (dua) orang saksi, Kepala KUA setempat. 

(4) Persyaratan wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (3): 
        a. berjenis kelamin laki-laki; 
        b. beragama Islam;
        c. berusia paling rendah 21(dua puluh satu) tahun; 
        d. berakal; dan 
        e. adil. 


Pasal 12 


(1) Wali nikah terdiri atas wali nasab dan wali hakim. 

(2) Syarat wali nasab sebagaimana dimaksud pada ayat (1): 
        a. berjenis kelamin laki-laki; 
        b. beragama Islam; 
        c. balig; 
        d. berakal; dan 
        e. adil. 

(3) Wali nasab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki urutan: 
        a. bapak kandung; 
        b. kakek, yaitu bapak dari bapak; 
        c. buyut, yaitu bapak dari kakek; 
        d. saudara laki-laki sebapak dan seibu; 
        e. saudara laki-laki sebapak; 
        f. anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak dan seibu; 
        g. anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak; 
        h. paman, yaitu saudara laki-laki bapak sebapak dan seibu; 
        i. paman sebapak, yaitu saudara laki-laki bapak sebapak; 
        j. anak paman sebapak dan seibu; 
        k. anak paman sebapak; 
        l. cucu paman sebapak dan seibu; 
        m. cucu paman sebapak; 
        n. paman bapak sebapak dan seibu; 
        o. paman bapak sebapak; 
        p. anak paman bapak sebapak dan seibu; dan 
        q. anak paman bapak sebapak. 

(4) Untuk melaksanakan ijab qabul pada saat akad nikah, wali nasab dapat mewakilkan kepada PPN, atau orang lain yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 

(5) Dalam hal wali nikah tidak hadir pada saat akad nikah, wali nikah membuat surat kuasa wakil wali atau taukil wali di hadapan PPN sesuai dengan domisili atau keberadaan wali dan disaksikan oleh 2 (dua) orang. 

(6) Format surat taukil wali sebagaimana dimaksud ayat (5) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.


Pasal 13 

(1) Dalam hal tidak adanya wali nasab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), akad nikah dilaksanakan dengan wali hakim. 

(2) Wali hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penghulu yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala KUA. 

(3) Dalam hal kepala KUA dijabat oleh selain Penghulu, wali hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penghulu yang ditunjuk. 

(4) Surat penunjukan penghulu sebagai wali hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama. 

(5) Wali hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bertindak sebagai wali dalam hal: 
        a. wali nasab tidak ada; 
        b. walinya adhal; 
        c. walinya tidak diketahui keberadaannya; 
        d. walinya tidak dapat dihadirkan/ditemui karena dipenjara; 
        e. wali nasab tidak ada yang beragama Islam; dan 
        f. wali yang akan menikahkan menjadi pengantin itu sendiri. 

(6) Wali adhal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b ditetapkan oleh Pengadilan. 

(7) Wali tidak diketahui keberadaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c didasarkan atas surat pernyataan bermaterai dari Catin dan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. 

(8) Wali tidak dapat dihadirkan/ditemui sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d karena yang bersangkutan sedang berada dalam tahanan dengan surat pernyataan pertanggungjawaban mutlak dari salah seorang anggota keluarga.


Pasal 14 

(1) Akad nikah dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi. 

(2) Syarat saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1): 
        a. berjenis kelamin laki-laki; 
        b. beragama Islam; 
        c. baligh; 
        d. berakal; dan 
        e. adil. 


Pasal 15 

(1) Ijab dalam akad nikah dilakukan oleh wali nikah atau yang mewakili. 

(2) Kabul dalam akad nikah dilakukan oleh calon suami atau yang mewakili. 

(3) Dalam hal ijab dan kabul diwakilkan kepada pihak ketiga, pihak yang mewakilkan dapat menyaksikan melalui video daring.


Pasal 16 

(1) Akad nikah dilaksanakan di KUA pada hari dan jam kerja. 

(2) Atas permintaan Catin dan persetujuan Kepala KUA/PPN, akad nikah dapat dilaksanakan di luar KUA atau di luar hari dan jam kerja. 

Pasal 17 

(1) Akad nikah dilaksanakan di hadapan PPN yang mewilayahi tempat akad nikah dilaksanakan.

(2) Akad nikah yang dilaksanakan di luar domisili calon suami dan calon istri harus mendapatkan surat rekomendasi nikah dari Kepala KUA wilayah domisili masing-masing. 

(3) Dalam hal calon suami dan calon istri berdomisili dalam wilayah kecamatan yang sama, surat rekomendasi diberikan bagi salah satu Catin.

Pasal 18 

(1) Dalam melaksanakan tugas, PPN dapat dibantu Pembantu PPN. 

(2) Pelaksanaan tugas Pembantu PPN ditetapkan oleh Direktur Jenderal. 

Pasal 19 

(1) Pencatatan nikah pada akta nikah dilakukan setelah akad nikah dilaksanakan. 

(2) Akad nikah dilaksanakan setelah memenuhi ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5. 

Pasal 20 

(1) Akad nikah dicatat dalam Akta Nikah oleh PPN. 

(2) Sesaat sesudah akad nikah dilangsungkan, Akta Nikah ditandatangani oleh suami, istri, wali, dan saksi, serta PPN. 

(3) Pernikahan tercatat secara resmi dengan ditandatanganinya Akta Nikah pada hari dan tanggal pernikahan dilaksanakan. 

Pasal 21 

(1) Administrasi pencatatan nikah menggunakan aplikasi SIMKAH. 

(2) Dalam hal KUA belum terhubung dengan jaringan internet, input data nikah dapat dilakukan oleh admin SIMKAH pada Kantor Kementerian Agama.


BAB III 
PENCATATAN PERNIKAHAN DI LUAR NEGERI 

Bagian Kesatu Umum 

Pasal 22 

(1) Pencatatan Pernikahan di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan berdasarkan hukum negara setempat. 

(2) Dalam hal negara tempat pelaksanaan Pencatatan Pernikahan tidak memiliki hukum yang mengakomodir pernikahan bagi warga negara Indonesia atau negara tempat pelaksanaan Pencatatan Pernikahan memperbolehkan pernikahan sesuai dengan hukum negara Republik Indonesia, Pencatatan Pernikahan yang dilakukan di luar negeri dapat dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri atau di tempat lain. 


Bagian Kedua 
Pendaftaran Kehendak Nikah di Luar Negeri 

Pasal 23 

(1) Pendaftaran kehendak nikah di luar negeri dilakukan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri atau secara daring melalui SIMKAH. 

(2) Pendaftaran kehendak nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum dilaksanakan akad nikah. 

(3) Apabila pendaftaran kehendak nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, Catin harus membuat surat pernyataan pertanggungjawaban beserta alasannya. 

Pasal 24 

Dokumen dan persyaratan kehendak nikah serta bimbingan perkawinan dalam pelaksanaan Pencatatan Pernikahan di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 berlaku secara mutatis mutandis terhadap dokumen dan persyaratan kehendak nikah serta bimbingan perkawinan dalam pelaksanaan Pencatatan Pernikahan di luar negeri. 

Pasal 25 

(1) PPN LN melakukan pemeriksaan nikah untuk memastikan kelengkapan dan kebenaran dokumen dan persyaratan nikah. 

(2) Pemeriksaan nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri tempat dilangsungkannya akad nikah dengan ketentuan sebagai berikut: 
        a. menghadirkan calon suami, calon istri, dan wali nikah untuk memastikan ada atau tidaknya halangan untuk menikah; 
        b. memastikan akurasi dan kebenaran data dan dalam pemeriksaan nikah kedua Catin membuat surat pernyataan pertanggungjawaban mutlak; 
        c. saat pemeriksaan nikah kedua Catin tidak menggunakan masker atau kain penutup wajah; dan 
        d. telah mengikuti bimbingan perkawinan. 

(3) Dalam hal PPN LN terdapat keraguan mengenai jenis kelamin dari Catin, Catin harus menyerahkan surat keterangan dokter yang menyatakan jenis kelamin yang bersangkutan. 

(4) Dalam hal dokumen dan persyaratan nikah dinyatakan lengkap, hasil pemeriksaan dituangkan dalam lembar pemeriksaan nikah yang ditandatangani oleh: 
        a. calon suami; 
        b. calon istri; 
        c. wali nikah; dan 
        d. PPN LN

Pasal 26

(1) Dalam hal hasil pemeriksaan nikah belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 25, PPN LN memberiktahukan secara tertulis kepada calon suami, calon istri, atau wali nikah untuk melengkapi dokumen persyaratan. 

(2) Calon suami, calon istri, wali nikah atau wakilnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melengkapi dokumen nikah paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal akad nikah. 


Pasal 27 

(1) Dalam hal pemeriksaan nikah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 tidak terpenuhi atau terdapat halangan untuk menikah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan, kehendak nikah ditolak. 
(2) PPN LN memberitahukan penolakan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada calon suami, calon istri, atau wali nikah disertai alasan penolakan. 


Pasal 28 

(1) Dalam hal telah terpenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 25, dan Pasal 26 ayat (2), PPN LN mengumumkan kehendak nikah. 

(2) Pengumuman kehendak nikah dilakukan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. 


Bagian Keempat 
Pelaksanaan Akad Nikah di Luar Negeri 

Pasal 29 

Ketentuan mengenai pelaksanaan akad nikah di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 berlaku secara mutatis mutandis terhdapa pelaksanaan akad nikah di luar negeri. 

Pasal 30 

(1) Akad nikah di luar negeri dilaksanakan di hadapan PPN LN. 

(2) Dalam hal PPN LN tidak dapat menghadiri peristiwa akad nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPN LN dapat menugaskan Pembantu PPN. 

(3) Dalam hal calon suami tidak hadir pada saat akad nikah di luar negeri, kehadiran calon suami dapat diwakilkan kepada orang lain dengan membuat surat kuasa di atas materai yang diketahui oleh 2 (dua) orang sakis dan Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. 

(4) Untuk melaksanakan ijab qabul pada saat akad nikah di luar negeri, wali nasab dapat mewakilkan kepada PPN LN atau orang lain yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).

(5) Dalam hal wali nikah tidak hadir pada saat akad nikah di luar negeri, wali nikah membuat surat kuasa wakil wali atau taukil wali kepada PPN LN sesuai dengan domisili atau keberadaan wali dan disaksikan oleh 2 (dua) orang. 

(6) Wali hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), untuk akad nikah di luar negeri dilaksanakan PPN LN.


Bagian Kelima 
Pencatatan Nikah di luar negeri 

Pasal 31 

(1) Pencatatan nikah antar warga negara Indonesia dan/atau warga negara Indonesia dengan warga negara asing yang dilangsungkan di luar negeri dilakukan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. 

(2) Pencatatan nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh PPN LN setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 5. Pasal 32 (1) Pernikahan antar warga negara Indonesia dan/atau warga negara Indonesia dengan warga negara asing yang dilaksanakan di luar ketentuan Pasal 31 ayat (1) dinyatakan sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan negara setempat dan bagi warga negara Indonesia tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan. (2) Bukti pernikahan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke Perwakilan Republik Indonesia luar negeri. 

(3) PPN LN pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri mendaftarkan bukti pernikahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan surat keterangan. 


Pasal 33 

(1) Pernikahan antar warga negara Indonesia dan/atau warga negara Indonesia dengan warga negara asing yang dilangsungkan di luar negeri dan dicatat oleh PPN LN pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Buku Nikahnya dapat diakui dan dilegalisasi oleh KUA. 

(2) Pernikahan antar warga negara Indonesia dan/atau antar warga negara Indonesia dengan warga negara asing yang dilangsungkan di luar negeri dan dicatat oleh pemerintah setempat, mendaftarkan bukti pernikahannya di KUA tempat tinggal suami/istri paling lambat 1 (satu) tahun setelah kembali ke tanah air. 

(3) Dalam hal pendaftaran pernikahan warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi 1 (satu) tahun, yang bersangkutan membuat pernyataan tentang kebenaran dokumen dan alasan keterlambatan. 

(4) Pendaftaran bukti pernikahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan membawa Buku Nikah atau bukti nikah di luar negeri dan bukti lapor dari kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. 

(5) Bukti pernikahan antar warga negara Indonesia dan/atau warga negara Indonesia dengan warga negara asing yang dilaksanakan di luar negeri dan pelaksanaan pernikahannya tidak sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan, bukti perkawinannya tidak dapat didaftarkan pada KUA.


Pasal 34 
Pendaftaran bukti pernikahan yang dilangsungkan di luar negeri dicatat oleh Kepala KUA pada buku pendaftaran nikah luar negeri. 


BAB IV 
PENCATATAN RUJUK

Pasal 35

(1) Suami dan istri yang akan melaksanakan rujuk, memberitahukan kepada PPN atau PPN LN secara tertulis dengan dilengkapi akta cerai dan surat pengantar dari lurah, kepala desa, atau Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. 

(2) PPN atau PPN LN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memeriksa dan meneliti akta cerai dan surat pengantar dari lurah, kepala desa, atau Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. 

(3) Suami mengucapkan ikrar rujuk di hadapan Kepala PPN atau PPN LN. 

(4) PPN atau PPN LN mencatat peristiwa rujuk dalam Akta Rujuk yang ditandatangani oleh suami, istri, dan saksi, serta PPN atau PPN LN. Pasal 36 (1) Kepala KUA menandatangani dan memberikan Kutipan Akta Rujuk kepada suami dan istri. (2) Suami dan istri menyerahkan Kutipan Akta Rujuk kepada Pengadilan untuk pengambilan Buku Nikah. 


BAB V
PENCATATAN ISBAT NIKAH

Pasal 37

(1) Pencatatan Nikah berdasarkan putusan Pengadilan Agama atau isbat nikah dapat dilakukan di KUA yang ditunjuk dalam penetapan Pengadilan Agama. 

(2) Dalam hal amar putusan Pengadilan Agama tidak menyebutkan KUA tertentu untuk mencatat isbat nikah, pencatatan dilakukan atas dasar:
        a. surat permohonan pencatatan isbat; dan
        b. surat pernyataan belum pernah mencatatkan isbat nikah pada KUA.
 
(3) Dalam hal isbat nikah dilakukan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, pencatatan dilakukan oleh PPN LN. 


BAB VI
PENYERAHAN BUKU NIKAH

Pasal 38

(1) Pasangan suami istri memperoleh Buku Nikah dan Kartu Nikah. 

(2) Buku Nikah dan Kartu Nikah diberikan kepada suami dan istri sesaat setelah proses akad nikah dilaksanakan. 

(3) Dalam hal terdapat alasan tertentu yang menyebabkan penyerahan Buku Nikah tidak dapat dilakukan, penyerahan Buku Nikah dilakukan pada hari berikutnya atau paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal akad nikah. 

(4) Buku Nikah ditandatangani oleh Kepala KUA atau PPN LN. 

(5) Bentuk dan spesifikasi Kartu Nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. 


BAB VII 
PERJANJIAN PERKAWINAN 

Pasal 39 
(1) Calon suami dan calon istri atau pasangan suami istri dapat membuat perjanjian perkawinan pada waktu sebelum, saat dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan. 

(2) Perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan notaris. 

(3) Materi perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan. 


Pasal 40 
(1) Perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dicatat oleh Kepala KUA atau PPN LN pada Akta Nikah dan Buku Nikah. 

(2) Pencatatan perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mencantumkan dalam kolom perjanjian perkawinan pada Akta Nikah dan Buku Nikah dengan menuliskan nomor akta, nama notaris, dan tanggal pembuatan.


BAB VIII
PERNIKAHAN CAMPURAN

Pasal 41
 
(1) Pernikahan antara seorang pria beragama Islam dengan seorang wanita beragama Islam yang berbeda kewarganegaraan salah satunya berkewarganegaraan Indonesia dicatat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
(2) Pernikahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat pada KUA atau Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.

Pasal 42
Persyaratan pernikahan bagi warga negara asing berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).


BAB IX
SARANA

Pasal 43

(1) Formulir pencatatan nikah terdiri atas:
 
        a. pengantar nikah dari lurah/kepala desa;
        b. permohonan kehendak nikah;
        c. permohonan pencatatan isbat;
        d. persetujuan kedua calon mempelai;
        e. surat izin orang tua;
        f. penolakan kehendak nikah rujuk;
        g. pemeriksaan nikah;
        h. pengumuman nikah;
        i. rekomendasi nikah;
        j. Akta Nikah;
        k. Buku Nikah;
        l. Kartu Nikah;
        m. pendaftaran bukti pernikahan luar negeri
        n. surat keterangan pendaftaran bukti pernikahan luar negeri;
        o. Akta Rujuk;
        p. Kutipan Akta Rujuk;
        q. pemberitahuan rujuk; dan
        r. Buku pendaftaran nikah.

(2) Formulir pemeriksaan nikah, Akta Nikah, dan Buku Nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, huruf j, dan huruf k, disediakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. 

(3) Pengantar nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikeluarkan oleh kepala desa/lurah. 

(4) Formulir pencatatan nikah selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), disediakan oleh Kantor Kementerian Agama. 

(5) Bentuk dan format formulir pencatatan nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.


BAB X
TATA CARA PENULISAN

Pasal 44
 
(1) Pengisian formulir yang digunakan dalam pendaftaran, pemeriksaan, dan pencatatan nikah dan rujuk dilakukan melalui SIMKAH.
 
(2) Dalam hal KUA belum memiliki fasilitas perangkat komputer atau SIMKAH, pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara manual. 

(3) Pengisian formulir secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus di dalam SIMKAH pada Kantor Kementerian Agama. 

(4) Penulisan hari dan tanggal pencatatan pada Akta Nikah dan kutipan Akta Nikah adalah berdasarkan hari dan tanggal peristiwa nikah. 

Pasal 45 

(1) Dalam hal terjadi kesalahan dalam penulisan digital atau manual pada Buku Nikah atau Kartu Nikah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, perbaikan penulisan dapat dilakukan dengan penggantian Buku Nikah. 

(2) Dalam hal terjadi kesalahan penulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh subjek Buku Nikah dengan memenuhi persyaratan: a. dokumen otentik yang menjadi persyaratan pembuatan Buku Nikah; dan b. buku nikah dimana terdapat kesalahan penulisan. 

(3) Petugas KUA harus melakukan pengecekan dengan cermat dan memastikan semua data yang ditulis atau diinput sudah sesuai dengan data hasil verifikasi. 

Pasal 46 

(1) Perubahan nama suami, istri, atau orang tua pada Akta Nikah atau Buku Nikah dilakukan oleh KUA berdasarkan putusan pengadilan dan dibuktikan dengan melampirkan akta kelahiran. 

(2) Perubahan nama suami, istri, atau orang tua yang sudah meninggal dunia didasarkan pada penetapan pengadilan. 

(3) Pencatatan perubahan data perseorangan berupa tempat, tanggal, bulan, tahun lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, dan alamat dilakukan oleh KUA berdasarkan kutipan akta pencatatan sipil dari dinas kependudukan dan pencatatan sipil. 

(4) Tata cara penulisan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

BAB XI 
PENERBITAN AKTA DAN BUKU NIKAH PENGGANTI 

Pasal 47 

(1) Buku Nikah yang rusak atau hilang diterbitkan Buku Nikah Pengganti. 

(2) Buku Nikah Pengganti diterbitkan untuk mengganti Buku Nikah suami atau Buku Nikah istri yang rusak atau hilang. 

(3) Permohonan Buku Nikah yang rusak sebagimana dimaksud pada ayat (2), harus disertai dengan Buku Nikah yang rusak. 

(4) Permohonan Buku Nikah yang hilang sebagimana dimaksud pada ayat (2), harus disertai dengan surat keterangan hilang dari kepolisian. 

(5) Penerbitan Buku Nikah Pengganti dilakukan oleh KUA tempat dilaksanakan akad nikah. 

Pasal 48 

Buku Nikah pengganti yang pernah diterbitkan dalam bentuk lembaran duplikat dapat dimintakan ganti dengan berbentuk Buku Nikah pengganti melalui permohonan kepada KUA. 

Pasal 49 

(1) Akta Nikah yang rusak atau hilang karena keadaan kahar dapat diterbitkan kembali dengan ketentuan: 
        a.   KUA membuat berita acara kerusakan atau kehilangan Akta Nikah akibat bencana; 
    b. KUA memberikan surat pengantar kepada pasangan nikah yang akan mengajukan isbat ke Pengadilan; dan c. KUA menerbitkan Akta Nikah setelah ada penetapan dari Pengadilan. 

(2) Akta Nikah yang rusak atau hilang di luar ketentuan ayat (1) di atas dapat diterbitkan kembali dengan ketentuan: 
        a.  KUA membuat berita acara kerusakan atau kehilangan; 
        b.  KUA melaporkan kehilangan Akta Nikah ke pihak kepolisian setempat; 
    c. KUA memberikan surat pengantar kepada pasangan nikah yang akan mengajukan isbat ke Pengadilan; dan 
        d.  KUA menerbitkan Akta Nikah setelah ada penetapan dari Pengadilan. 


BAB XII 
LEGALISASI 

Pasal 50 

(1) Legalisasi Buku Nikah dapat dilakukan berdasarkan permohonan pada KUA yang telah menggunakan SIMKAH. 

(2) Permohonan Legalisasi Buku Nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh:
        a. suami atau istri; atau 
        b. pihak lain yang dikuasakan. 

(3) Dalam hal Akta Nikah tidak ditemukan pada SIMKAH, petugas KUA harus menghubungi KUA penerbit Buku Nikah untuk memastikan pernikahan tercatat dan KUA penerbit harus menginput Akta Nikah tersebut kedalam SIMKAH. 

(4) Legalisasi Buku Nikah yang dikeluarkan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dapat dilakukan oleh: a. PPN LN pada Perwakilan Republik Indonesia luar negeri tempat pencatatan pernikahan dilaksanakan; atau b. Kepala KUA di seluruh Indonesia. 

(5) Legalisasi Buku Nikah dan legalisasi surat keterangan belum menikah untuk keperluan ke luar negeri dilakukan oleh pejabat pada: a. Direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan KUA; atau b. unit kerja yang membidangi fungsi kepenghuluan pada Kantor Wilayah. 


BAB XIII 
CATATAN PERUBAHAN STATUS 

Pasal 51 

(1) Kepala KUA atau PPN LN membuat catatan perubahan status pada kolom catatan Akta Nikah apabila orang tersebut telah bercerai. 

(2) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tempat, tanggal, dan nomor putusan pengadilan tentang terjadinya cerai. 

Pasal 52 

(1) Dalam hal suami beristri lebih dari seorang, Kepala KUA atau PPN LN membuat catatan dalam Akta Nikah terdahulu bahwa suami telah menikah lagi. 

(2) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama, tempat, tanggal, dan nomor penetapan izin poligami dari pengadilan agama, serta dibubuhi tanda tangan oleh Kepala KUA atau PPN LN. 

(3) Dalam hal pernikahan dilakukan di tempat yang berbeda, Kepala KUA atau PPN LN yang melakukan pencatatan nikah harus memberitahukan peristiwa nikah tersebut kepada Kepala KUA atau PPN LN tempat terjadinya nikah terdahulu.


BAB XIV 
PENYIMPANAN DAN PENARIKAN DOKUMEN 

Pasal 53 

(1) Kepala KUA atau PPN LN menyimpan dokumen pencatatan nikah dan rujuk. 

(2) Penyimpanan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual dan/atau elektronik.

(3) Penyimpanan secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditempatkan di KUA, Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, atau gedung arsip khusus. 

(4) Penyimpanan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui arsip digital. 

(5) Penyimpanan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) harus mempertimbangkan aspek keamanan. 

(6) Dalam hal terjadi kerusakan atau kehilangan dokumen pencatatan nikah dan rujuk yang disebabkan keadaan kahar, Kepala KUA melaporkan kejadian tersebut kepada Kepala Kantor Kementerian Agama dan kepolisian. 

(7) Dalam hal Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri terjadi kerusakan atau kehilangan dokumen pencatatan nikah dan rujuk yang disebabkan keadaan kahar, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri melaporkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri dan pihak berwenang. 

Pasal 54 

(1) Kepala KUA, Kepala Kantor Kementerian Agama, Kepala Kantor Wilayah, Direktur, atau PPN LN melakukan penarikan Buku Nikah yang diduga palsu. 

(2) Kepala KUA, Kepala Kantor Kementerian Agama, Kepala Kantor Wilayah, Direktur, atau PPN LN membuat berita acara penarikan dan penyimpanan Buku Nikah yang diduga palsu sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 

(3) Kepala KUA, Kepala Kantor Kementerian Agama, Kepala Kantor Wilayah, Direktur, atau PPN LN melaporkan temuan Buku Nikah yang diduga palsu kepada aparat penegak hukum. 


BAB XV 
SUPERVISI 

Pasal 55 

(1) Supervisi pencatatan nikah dan rujuk dilakukan secara berjenjang dan berkala. 

(2) Pejabat yang mempunyai tugas di bidang bimbingan masyarakat Islam pada Kantor Kementerian Agama melakukan supervisi kepada KUA setiap 3 (tiga) bulan. 

(3) Pejabat yang mempunyai tugas di bidang kepenghuluan di tingkat provinsi melakukan supervisi setiap 6 (enam) bulan dalam 1 (satu) tahun. 

(4) Pejabat yang mempunyai tugas di bidang kepenghuluan di tingkat pusat melakukan supervisi sesuai kebutuhan. 

(5) Hasil supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dibuat dalam bentuk berita acara yang ditandatangani oleh tim supervisi dan Kepala KUA. 

(6) Hasil supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaporkan kepada Direktur Jenderal.


BAB XVI 
PELAPORAN 

Pasal 56 

(1) Kepala KUA menyampaikan laporan peristiwa nikah, formulir nikah, penerimaan negara bukan pajak nikah dan rujuk, dan bimbingan pernikahan kepada Kepala Kantor Kementerian Agama. 

(2) PPN LN menyampaikan laporan peristiwa nikah kepada Direktur Jenderal. 

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas data: a. pernikahan di kantor dan luar kantor; b. rujuk; c. isbat; d. pernikahan campuran; e. usia pernikahan; dan f. pendidikan. 

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dalam bentuk hard copy dan soft copy. 

(5) Kepala Kantor Kementerian Agama menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Kepala Kantor Wilayah melalui kepala bidang yang mengurusi kepenghuluan setiap bulan. 

(6) Kepala Kantor Wilayah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Direktur Jenderal melalui Direktur setiap bulan. 

(7) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan secara elektronik melalui surat elektronik dan SIMKAH. 

(8) Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. 


BAB XVII 
KETENTUAN LAIN-LAIN 

Pasal 57 

(1) Pendaftaran bukti pernikahan eks KUA di Provinsi Timor Timur dilakukan dengan persyaratan: a. membawa Buku Nikah asli; dan b. membawa surat keterangan dari lurah/kepala desa domisili. 

(2) Pendaftaran bukti nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat pada buku pendaftaran bukti pernikahan luar negeri. 

(3) Kepala KUA memberi catatan pada kolom catatan pada Buku Nikah bahwa Bukti Nikah sudah di daftar pada KUA. Pasal 58 Kepala KUA, berdasarkan permohonan dapat menerbitkan surat keterangan yang berkaitan dengan penjelasan Akta Nikah dan keterangan lain yang tidak bertentangan dengan tugas fungsi KUA.


BAB XVIII 
KETENTUAN PENUTUP 

Pasal 59 

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Agama Nomor 22 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 639), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 

Pasal 60 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. 

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Desember 2024 
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, 



NASARUDDIN UMAR 


Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2024 

DIREKTUR JENDERAL 
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,


DHAHANA PUTRA 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 1031

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama