
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2024
TENTANG PENCATATAN PERNIKAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 30 TAHUN 2024
TENTANG PENCATATAN PERNIKAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
a. bahwa untuk tertib administrasi, transparansi, dan
kepastian hukum dalam pelaksanaan pernikahan bagi
umat Islam, perlu mengatur mengenai pencatatan pernikahan;
b. bahwa Peraturan Menteri Agama Nomor 22 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat, sehingga perlu diganti;
(2) Pencatatan Pernikahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. pendaftaran kehendak nikah;
b. pemeriksaan nikah;
c. pelaksanaan akad nikah; dan
d. pencatatan nikah.
(1) Catin yang telah melakukan pendaftaran kehendak
nikah wajib mengikuti bimbingan perkawinan.
(1) PPN melakukan pemeriksaan nikah untuk memastikan
kelengkapan dan kebenaran dokumen dan persyaratan
nikah.
(1) Dalam hal hasil pemeriksaan nikah belum memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan
Pasal 6, Kepala KUA memberitahukan secara tertulis
kepada calon suami, calon istri, atau wali nikah untuk
melengkapi dokumen persyaratan.
(1) Suami dan istri yang akan melaksanakan rujuk,
memberitahukan kepada PPN atau PPN LN secara
tertulis dengan dilengkapi akta cerai dan surat
pengantar dari lurah, kepala desa, atau Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri.
(1) Pencatatan Nikah berdasarkan putusan Pengadilan
Agama atau isbat nikah dapat dilakukan di KUA yang
ditunjuk dalam penetapan Pengadilan Agama.
(3) Dalam hal isbat nikah dilakukan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, pencatatan dilakukan oleh PPN LN.
(1) Pasangan suami istri memperoleh Buku Nikah dan
Kartu Nikah.
(1) Pernikahan antara seorang pria beragama Islam dengan seorang wanita beragama Islam yang berbeda kewarganegaraan salah satunya berkewarganegaraan Indonesia dicatat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pernikahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat pada KUA atau Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(1) Formulir pencatatan nikah terdiri atas:
a. pengantar nikah dari lurah/kepala desa;
b. permohonan kehendak nikah;
c. permohonan pencatatan isbat;
d. persetujuan kedua calon mempelai;
e. surat izin orang tua;
f. penolakan kehendak nikah rujuk;
g. pemeriksaan nikah;
h. pengumuman nikah;
i. rekomendasi nikah;
j. Akta Nikah;
k. Buku Nikah;
l. Kartu Nikah;
m. pendaftaran bukti pernikahan luar negeri
n. surat keterangan pendaftaran bukti pernikahan luar negeri;
o. Akta Rujuk;
p. Kutipan Akta Rujuk;
q. pemberitahuan rujuk; dan
r. Buku pendaftaran nikah.
(1) Pengisian formulir yang digunakan dalam pendaftaran, pemeriksaan, dan pencatatan nikah dan rujuk dilakukan melalui SIMKAH.
(2) Dalam hal KUA belum memiliki fasilitas perangkat komputer atau SIMKAH, pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara manual.
b. bahwa Peraturan Menteri Agama Nomor 22 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat, sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang
Pencatatan Pernikahan;
Mengingat :
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang
Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang
Penetapan Berlakunya Undang-Undang Republik
Indonesia tanggal 21 Nopember 1946 Nomor 22 Tahun
1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, Rujuk di
seluruh Daerah Luar Jawa dan Madura (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 98,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
694);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3019) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 186, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6401);
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3250);
7. Peraturan Presiden Nomor 152 Tahun 2024 tentang
Kementerian Agama (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2024 Nomor 348);
8. Peraturan Menteri Agama Nomor 25 Tahun 2024
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor
691);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG PENCATATAN
PERNIKAHAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pernikahan adalah perkawinan bagi mereka yang
beragama Islam.
2. Pencatatan Pernikahan adalah kegiatan
pengadministrasian peristiwa pernikahan.
3. Pejabat Fungsional Penghulu yang selanjutnya disebut
Penghulu adalah pegawai Aparatur Sipil Negara yang
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk
melakukan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah
atau rujuk, pengembangan kepenghuluan, dan
bimbingan masyarakat Islam.
4. Pegawai Pencatat Nikah yang selanjutnya disingkat PPN
adalah Penghulu yang ditugaskan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agama atau pegawai yang ditunjuk untuk melakukan
pencatatan nikah bagi yang beragama Islam.
5. Pegawai Pencatat Nikah Luar Negeri yang selanjutnya
disingkat PPN LN adalah pejabat diplomatik dan
konsuler atau pejabat lain di lingkungan Perwakilan
Republik Indonesia Luar Negeri yang beragama Islam
yang diangkat oleh Kepala Perwakilan Republik
Indonesia Luar Negeri yang melaksanakan tugas
pencatatan nikah.
6. Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang selanjutnya
disingkat Pembantu PPN adalah pegawai Aparatur Sipil
Negara atau anggota masyarakat yang ditugaskan
untuk membantu Penghulu dalam menghadiri
peristiwa nikah.
7. Calon Pengantin yang selanjutnya disebut Catin adalah
calon pasangan nikah yang terdiri dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan.
8. Akta Nikah adalah akta autentik pencatatan nikah.
9. Buku Nikah adalah kutipan Akta Nikah dalam bentuk
buku atau elektronik.
10. Kartu Nikah adalah dokumen pencatatan nikah dalam
bentuk elektronik.
11. Buku Nikah Pengganti adalah dokumen kutipan Akta
Nikah sebagai pengganti Buku Nikah yang rusak atau
hilang.
12. Akta Rujuk adalah akta autentik pencatatan peristiwa
rujuk.
13. Kutipan Akta Rujuk adalah dokumen petikan Akta
Rujuk yang diberikan kepada pasangan suami istri
yang rujuk.
14. Sistem Informasi Manajemen Nikah yang selanjutnya
disebut SIMKAH adalah aplikasi pengelolaan
administrasi nikah berbasis elektronik.
15. Pengadilan adalah pengadilan agama atau mahkamah
syar’iyah.
16. Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang
selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi
vertikal kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agama pada tingkat provinsi.
17. Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang
selanjutnya disebut Kantor Kementerian Agama adalah
instansi vertikal kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agama pada tingkat
kabupaten/kota.
18. Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disingkat KUA
adalah unit pelaksana teknis pada kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agama yang melaksanakan tugas di bidang layanan
bimbingan masyarakat Islam.
19. Kepala KUA adalah pegawai negeri sipil Fungsional
Penghulu dan Penyuluh Agama Islam yang diberi tugas
tambahan memimpin KUA.
20. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Islam.
21. Direktur adalah pejabat pimpinan tinggi pratama yang
melaksanakan tugas dan fungsi di bidang bina KUA dan
keluarga sakinah.
22. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi
yang selanjutnya disebut Kepala Kantor Wilayah adalah
pemimpin Kantor Wilayah.
23. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
yang selanjutnya disebut pemimpin Kantor
Kementerian Agama.
Pasal 2
(1) Pencatatan Pernikahan dapat dilakukan di dalam
negeri dan di luar negeri.
(2) Pencatatan Pernikahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. pendaftaran kehendak nikah;
b. pemeriksaan nikah;
c. pelaksanaan akad nikah; dan
d. pencatatan nikah.
BAB II
PENCATATAN PERNIKAHAN DI DALAM NEGERI
Bagian Kesatu
Pendaftaran Kehendak Nikah
Pasal 3
(1) Pendaftaran kehendak nikah dapat dilakukan pada
KUA tempat nikah akan dilaksanakan atau secara
online melalui SIMKAH.
(2) Pendaftaran kehendak nikah sebasgaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja sebelum dilaksanakan akad nikah.
(3) Apabila pendaftaran kehendak nikah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan kurang dari 10
(sepuluh) hari kerja, Catin harus mendapat surat
dispensasi dari camat atau membuat surat pernyataan
pertanggungjawaban bermeterai beserta alasannya.
Pasal 4
(1) Pendaftaran kehendak nikah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 dilakukan dengan melampirkan:
a. surat pengantar nikah dari desa/kelurahan
tempat tinggal Catin;
b. foto kopi akta kelahiran;
c. foto kopi kartu tanda penduduk;
d. foto kopi kartu keluarga;
e. surat rekomendasi nikah dari KUA setempat bagi
Catin yang melangsungkan nikah di luar wilayah
kecamatan tempat tinggalnya;
f. surat keterangan sehat dari fasilitas kesehatan;
g. persetujuan Catin;
h. izin tertulis orang tua atau wali bagi Catin yang
belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun;
i. izin dari wali yang memelihara atau mengasuh
atau keluarga yang mempunyai hubungan darah
atau pengampu, dalam hal kedua orang tua atau
wali sebagaimana dimaksud dalam huruf g
meninggal dunia atau dalam keadaaan tidak
mampu menyatakan kehendaknya;
j. izin dari Pengadilan, dalam hal orang tua, wali, dan
pengampu tidak ada;
k. surat dispensasi kawin dari Pengadilan bagi Catin
yang belum berusia 19 (sembilan belas) tahun
dihitung pada tanggal pelaksanaan akad nikah;
l. surat izin dari atasan atau kesatuan jika Catin
berstatus anggota Tentara Nasional Indonesia atau
anggota Kepolisian Republik Indonesia;
m. penetapan izin poligami dari Pengadilan bagi
suami yang hendak beristri lebih dari seorang;
n. akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak
atau buku pendaftaran cerai bagi mereka yang
perceraiannya terjadi sebelum berlakunya
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama; dan
o. akta kematian bagi janda atau duda ditinggal mati.
(2) Dalam hal warga negara Indonesia yang tinggal di luar
negeri dan sudah tidak memiliki dokumen
kependudukan, persyaratan pernikahan sebagai
berikut:
a. surat pengantar dari perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri;
b. persetujuan kedua Catin;
c. Izin tertulis orang tua atau wali bagi Catin yang
belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun;
d. penetapan izin poligami dari pengadilan bagi
suami yang hendak beristri lebih dari seorang;
e. akta cerai atau surat keterangan cerai dari instansi
yang berwenang; dan
f. akta kematian bagi duda dan janda ditinggal mati.
(3) Bagi warga negara asing yang akan menikah dengan
warga negara Indonesia, persyaratan pernikahan
sebagai berikut:
a. surat keterangan status tidak ada halangan untuk
menikah/certificate of no impediment dari
kedutaan atau kantor perwakilan dari negara yang
bersangkutan;
b. bagi negara asing yang telah memberlakukan
sertifikat apostille, dokumen yang berisi surat
keterangan status/tidak ada halangan menikah
yang dikeluarkan lembaga berwenang dari negara
asing diilengkapi dengan fotokopi sertifikat
apostile;
c. izin poligami dari pengadilan atau instansi yang
berwenang pada negara asal Catin bagi suami yang
hendak beristri lebih dari seorang;
d. melampirkan foto kopi akta kelahiran;
e. melampirkan akta cerai atau surat keterangan
kematian bagi duda atau janda;
f. melampirkan foto kopi paspor; dan
g. melampirkan data kedua orang tua.
(4) Semua dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang berbahasa asing, kecuali dokumen berbahasa
melayu, harus diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh penerjemah resmi.
(5) Dalam hal tidak terdapat kedutaan atau kantor
perwakilan negara bagi warga negara asing di
Indonesia, izin sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf a
dapat diminta dari instansi yang berwenang pada
negara yang bersangkutan.
(6) Dalam hal negara asal suami tidak mengatur ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, izin
poligami dapat diajukan pada pengadilan di Indonesia.
Pasal 5
(2) Bimbingan perkawinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan memberikan pembekalan bagi Catin
mengenai perencanaan, pengetahuan, dan
keterampilan mengelola kehidupan keluarga,
reproduksi sehat, serta dinamika perkawinan dan
keluarga.
(3) Catin yang telah mengikuti bimbingan perkawinan
diberikan sertifikat.
(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan bimbingan
perkawinan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 6
(2) Pemeriksaan nikah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan di KUA dengan ketentuan sebagai berikut:
a. menghadirkan calon suami, calon istri, dan wali
nikah untuk memastikan ada atau tidaknya
halangan untuk menikah;
b. memastikan akurasi dan kebenaran data dan
dalam pemeriksaan nikah kedua Catin membuat
surat pernyataan pertanggungjawaban mutlak;
c. saat pemeriksaan nikah kedua Catin tidak
menggunakan masker atau kain penutup wajah;
dan
d. telah mengikuti bimbingan perkawinan yang
dibuktikan dengan sertifikat.
(3) Dalam hal PPN terdapat keraguan mengenai jenis
kelamin dari Catin, Catin harus menyerahkan surat
keterangan dokter yang menyatakan jenis kelamin yang
bersangkutan.
(4) Dalam hal dokumen dan persyaratan nikah dinyatakan
lengkap, hasil pemeriksaan dituangkan dalam lembar
pemeriksaan nikah yang ditandatangani oleh:
a. calon suami;
b. calon istri;
c. wali nikah; dan
d. PPN.
Pasal 7
(2) Calon suami, calon istri, wali nikah, atau wakilnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melengkapi
dokumen nikah paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal akad nikah.
Pasal 8
(1) Dalam hal pemeriksaan nikah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 tidak terpenuhi atau terdapat halangan
untuk menikah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perkawinan, kehendak
nikah ditolak.
(2) Kepala KUA memberitahukan penolakan secara tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada calon
suami, calon istri, atau wali nikah disertai alasan
penolakan.
Pasal 9
(1) Dalam hal telah terpenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6, dan Pasal 7 ayat (2),
Kepala KUA mengumumkan kehendak nikah.
(2) Pengumuman kehendak nikah dilakukan pada tempat
tertentu di KUA, atau di media lain yang dapat diakses
oleh masyarakat.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Akad Nikah
Pasal 10
(1) Akad nikah dinyatakan sah jika memenuhi rukun
nikah.
(2) Rukun nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. calon suami;
b. calon istri;
c. wali nikah;
d. dua orang saksi; dan
e. ijab kabul.
Pasal 11
(1) Calon suami dan calon istri hadir dalam akad nikah.
(2) Persyaratan calon suami dan calon istri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1):
a. beragama Islam;
b. berusia paling rendah 19 (sembilan belas) tahun;
dan
c. berjenis kelamin laki-laki untuk calon suami dan
perempuan untuk calon istri.
(3) Dalam hal calon suami tidak hadir pada saat akad
nikah, kehadiran calon suami dapat diwakilkan kepada
orang lain dengan membuat surat kuasa di atas meterai
yang diketahui oleh 2 (dua) orang saksi, Kepala KUA
setempat.
(4) Persyaratan wakil sebagaimana dimaksud pada ayat
(3):
a. berjenis kelamin laki-laki;
b. beragama Islam;
c. berusia paling rendah 21(dua puluh satu) tahun;
d. berakal; dan
e. adil.
Pasal 12
(1) Wali nikah terdiri atas wali nasab dan wali hakim.
(2) Syarat wali nasab sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. berjenis kelamin laki-laki;
b. beragama Islam;
c. balig;
d. berakal; dan
e. adil.
(3) Wali nasab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki urutan:
a. bapak kandung;
b. kakek, yaitu bapak dari bapak;
c. buyut, yaitu bapak dari kakek;
d. saudara laki-laki sebapak dan seibu;
e. saudara laki-laki sebapak;
f. anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak dan
seibu;
g. anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak;
h. paman, yaitu saudara laki-laki bapak sebapak dan
seibu;
i. paman sebapak, yaitu saudara laki-laki bapak
sebapak;
j. anak paman sebapak dan seibu;
k. anak paman sebapak;
l. cucu paman sebapak dan seibu;
m. cucu paman sebapak;
n. paman bapak sebapak dan seibu;
o. paman bapak sebapak;
p. anak paman bapak sebapak dan seibu; dan
q. anak paman bapak sebapak.
(4) Untuk melaksanakan ijab qabul pada saat akad nikah,
wali nasab dapat mewakilkan kepada PPN, atau orang
lain yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(5) Dalam hal wali nikah tidak hadir pada saat akad nikah,
wali nikah membuat surat kuasa wakil wali atau taukil
wali di hadapan PPN sesuai dengan domisili atau
keberadaan wali dan disaksikan oleh 2 (dua) orang.
(6) Format surat taukil wali sebagaimana dimaksud ayat
(5) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 13
(1) Dalam hal tidak adanya wali nasab sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), akad nikah
dilaksanakan dengan wali hakim.
(2) Wali hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Penghulu yang diberi tugas tambahan
sebagai Kepala KUA.
(3) Dalam hal kepala KUA dijabat oleh selain Penghulu,
wali hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan penghulu yang ditunjuk.
(4) Surat penunjukan penghulu sebagai wali hakim
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh
Kepala Kantor Kementerian Agama.
(5) Wali hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
bertindak sebagai wali dalam hal:
a. wali nasab tidak ada;
b. walinya adhal;
c. walinya tidak diketahui keberadaannya;
d. walinya tidak dapat dihadirkan/ditemui karena
dipenjara;
e. wali nasab tidak ada yang beragama Islam; dan
f. wali yang akan menikahkan menjadi pengantin itu
sendiri.
(6) Wali adhal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf
b ditetapkan oleh Pengadilan.
(7) Wali tidak diketahui keberadaannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf c didasarkan atas surat
pernyataan bermaterai dari Catin dan disaksikan oleh
2 (dua) orang saksi.
(8) Wali tidak dapat dihadirkan/ditemui sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf d karena yang
bersangkutan sedang berada dalam tahanan dengan
surat pernyataan pertanggungjawaban mutlak dari
salah seorang anggota keluarga.
Pasal 14
(1) Akad nikah dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi.
(2) Syarat saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. berjenis kelamin laki-laki;
b. beragama Islam;
c. baligh;
d. berakal; dan
e. adil.
Pasal 15
(1) Ijab dalam akad nikah dilakukan oleh wali nikah atau
yang mewakili.
(2) Kabul dalam akad nikah dilakukan oleh calon suami
atau yang mewakili.
(3) Dalam hal ijab dan kabul diwakilkan kepada pihak
ketiga, pihak yang mewakilkan dapat menyaksikan
melalui video daring.
Pasal 16
(1) Akad nikah dilaksanakan di KUA pada hari dan jam
kerja.
(2) Atas permintaan Catin dan persetujuan Kepala
KUA/PPN, akad nikah dapat dilaksanakan di luar KUA
atau di luar hari dan jam kerja.
Pasal 17
(1) Akad nikah dilaksanakan di hadapan PPN yang
mewilayahi tempat akad nikah dilaksanakan.
(2) Akad nikah yang dilaksanakan di luar domisili calon
suami dan calon istri harus mendapatkan surat
rekomendasi nikah dari Kepala KUA wilayah domisili
masing-masing.
(3) Dalam hal calon suami dan calon istri berdomisili dalam
wilayah kecamatan yang sama, surat rekomendasi
diberikan bagi salah satu Catin.
Pasal 18
(1) Dalam melaksanakan tugas, PPN dapat dibantu
Pembantu PPN.
(2) Pelaksanaan tugas Pembantu PPN ditetapkan oleh
Direktur Jenderal.
Pasal 19
(1) Pencatatan nikah pada akta nikah dilakukan setelah
akad nikah dilaksanakan.
(2) Akad nikah dilaksanakan setelah memenuhi ketentuan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan
Pasal 5.
Pasal 20
(1) Akad nikah dicatat dalam Akta Nikah oleh PPN.
(2) Sesaat sesudah akad nikah dilangsungkan, Akta Nikah
ditandatangani oleh suami, istri, wali, dan saksi, serta
PPN.
(3) Pernikahan tercatat secara resmi dengan
ditandatanganinya Akta Nikah pada hari dan tanggal
pernikahan dilaksanakan.
Pasal 21
(1) Administrasi pencatatan nikah menggunakan aplikasi
SIMKAH.
(2) Dalam hal KUA belum terhubung dengan jaringan
internet, input data nikah dapat dilakukan oleh admin
SIMKAH pada Kantor Kementerian Agama.
BAB III
PENCATATAN PERNIKAHAN DI LUAR NEGERI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 22
(1) Pencatatan Pernikahan di luar negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan berdasarkan
hukum negara setempat.
(2) Dalam hal negara tempat pelaksanaan Pencatatan
Pernikahan tidak memiliki hukum yang mengakomodir
pernikahan bagi warga negara Indonesia atau negara
tempat pelaksanaan Pencatatan Pernikahan
memperbolehkan pernikahan sesuai dengan hukum
negara Republik Indonesia, Pencatatan Pernikahan
yang dilakukan di luar negeri dapat dilakukan pada
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri atau di
tempat lain.
Bagian Kedua
Pendaftaran Kehendak Nikah di Luar Negeri
Pasal 23
(1) Pendaftaran kehendak nikah di luar negeri dilakukan di
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri atau
secara daring melalui SIMKAH.
(2) Pendaftaran kehendak nikah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja sebelum dilaksanakan akad nikah.
(3) Apabila pendaftaran kehendak nikah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan kurang dari 10
(sepuluh) hari kerja, Catin harus membuat surat
pernyataan pertanggungjawaban beserta alasannya.
Pasal 24
Dokumen dan persyaratan kehendak nikah serta bimbingan
perkawinan dalam pelaksanaan Pencatatan Pernikahan di
dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan
Pasal 5 berlaku secara mutatis mutandis terhadap dokumen
dan persyaratan kehendak nikah serta bimbingan
perkawinan dalam pelaksanaan Pencatatan Pernikahan di
luar negeri.
Pasal 25
(1) PPN LN melakukan pemeriksaan nikah untuk
memastikan kelengkapan dan kebenaran dokumen dan
persyaratan nikah.
(2) Pemeriksaan nikah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan di Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri tempat dilangsungkannya akad nikah dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. menghadirkan calon suami, calon istri, dan wali
nikah untuk memastikan ada atau tidaknya
halangan untuk menikah;
b. memastikan akurasi dan kebenaran data dan
dalam pemeriksaan nikah kedua Catin membuat
surat pernyataan pertanggungjawaban mutlak;
c. saat pemeriksaan nikah kedua Catin tidak
menggunakan masker atau kain penutup wajah;
dan
d. telah mengikuti bimbingan perkawinan.
(3) Dalam hal PPN LN terdapat keraguan mengenai jenis
kelamin dari Catin, Catin harus menyerahkan surat
keterangan dokter yang menyatakan jenis kelamin yang
bersangkutan.
(4) Dalam hal dokumen dan persyaratan nikah dinyatakan
lengkap, hasil pemeriksaan dituangkan dalam lembar
pemeriksaan nikah yang ditandatangani oleh:
a. calon suami;
b. calon istri;
c. wali nikah; dan
d. PPN LN
Pasal 26
(1) Dalam hal hasil pemeriksaan nikah belum memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan
Pasal 25, PPN LN memberiktahukan secara tertulis
kepada calon suami, calon istri, atau wali nikah untuk
melengkapi dokumen persyaratan.
(2) Calon suami, calon istri, wali nikah atau wakilnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melengkapi
dokumen nikah paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal akad nikah.
Pasal 27
(1) Dalam hal pemeriksaan nikah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 tidak terpenuhi atau terdapat halangan
untuk menikah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perkawinan, kehendak
nikah ditolak.
(2) PPN LN memberitahukan penolakan secara tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada calon
suami, calon istri, atau wali nikah disertai alasan
penolakan.
Pasal 28
(1) Dalam hal telah terpenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 25, dan Pasal 26 ayat
(2), PPN LN mengumumkan kehendak nikah.
(2) Pengumuman kehendak nikah dilakukan di Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri.
Bagian Keempat
Pelaksanaan Akad Nikah di Luar Negeri
Pasal 29
Ketentuan mengenai pelaksanaan akad nikah di dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal
15 berlaku secara mutatis mutandis terhdapa pelaksanaan
akad nikah di luar negeri.
Pasal 30
(1) Akad nikah di luar negeri dilaksanakan di hadapan PPN
LN.
(2) Dalam hal PPN LN tidak dapat menghadiri peristiwa
akad nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPN
LN dapat menugaskan Pembantu PPN.
(3) Dalam hal calon suami tidak hadir pada saat akad
nikah di luar negeri, kehadiran calon suami dapat
diwakilkan kepada orang lain dengan membuat surat
kuasa di atas materai yang diketahui oleh 2 (dua) orang
sakis dan Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri.
(4) Untuk melaksanakan ijab qabul pada saat akad nikah
di luar negeri, wali nasab dapat mewakilkan kepada
PPN LN atau orang lain yang memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).
(5) Dalam hal wali nikah tidak hadir pada saat akad nikah
di luar negeri, wali nikah membuat surat kuasa wakil
wali atau taukil wali kepada PPN LN sesuai dengan
domisili atau keberadaan wali dan disaksikan oleh 2
(dua) orang.
(6) Wali hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1), untuk akad nikah di luar negeri dilaksanakan PPN
LN.
Bagian Kelima
Pencatatan Nikah di luar negeri
Pasal 31
(1) Pencatatan nikah antar warga negara Indonesia
dan/atau warga negara Indonesia dengan warga negara
asing yang dilangsungkan di luar negeri dilakukan di
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(2) Pencatatan nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh PPN LN setelah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat
(3) serta Pasal 5.
Pasal 32
(1) Pernikahan antar warga negara Indonesia dan/atau
warga negara Indonesia dengan warga negara asing
yang dilaksanakan di luar ketentuan Pasal 31 ayat (1)
dinyatakan sah apabila dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan negara
setempat dan bagi warga negara Indonesia tidak
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perkawinan.
(2) Bukti pernikahan yang dilakukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke Perwakilan
Republik Indonesia luar negeri.
(3) PPN LN pada Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri mendaftarkan bukti pernikahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan surat
keterangan.
Pasal 33
(1) Pernikahan antar warga negara Indonesia dan/atau
warga negara Indonesia dengan warga negara asing
yang dilangsungkan di luar negeri dan dicatat oleh PPN
LN pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri,
Buku Nikahnya dapat diakui dan dilegalisasi oleh KUA.
(2) Pernikahan antar warga negara Indonesia dan/atau
antar warga negara Indonesia dengan warga negara
asing yang dilangsungkan di luar negeri dan dicatat
oleh pemerintah setempat, mendaftarkan bukti
pernikahannya di KUA tempat tinggal suami/istri
paling lambat 1 (satu) tahun setelah kembali ke tanah
air.
(3) Dalam hal pendaftaran pernikahan warga negara
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melebihi 1 (satu) tahun, yang bersangkutan membuat pernyataan tentang kebenaran dokumen dan alasan
keterlambatan.
(4) Pendaftaran bukti pernikahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan membawa
Buku Nikah atau bukti nikah di luar negeri dan bukti
lapor dari kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri.
(5) Bukti pernikahan antar warga negara Indonesia
dan/atau warga negara Indonesia dengan warga negara
asing yang dilaksanakan di luar negeri dan
pelaksanaan pernikahannya tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan dan perundang-undangan, bukti
perkawinannya tidak dapat didaftarkan pada KUA.
Pasal 34
Pendaftaran bukti pernikahan yang dilangsungkan di luar
negeri dicatat oleh Kepala KUA pada buku pendaftaran
nikah luar negeri.
BAB IV
PENCATATAN RUJUK
Pasal 35
(2) PPN atau PPN LN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memeriksa dan meneliti akta cerai dan surat pengantar
dari lurah, kepala desa, atau Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri.
(3) Suami mengucapkan ikrar rujuk di hadapan Kepala
PPN atau PPN LN.
(4) PPN atau PPN LN mencatat peristiwa rujuk dalam Akta
Rujuk yang ditandatangani oleh suami, istri, dan saksi,
serta PPN atau PPN LN.
Pasal 36
(1) Kepala KUA menandatangani dan memberikan Kutipan
Akta Rujuk kepada suami dan istri.
(2) Suami dan istri menyerahkan Kutipan Akta Rujuk
kepada Pengadilan untuk pengambilan Buku Nikah.
BAB V
PENCATATAN ISBAT NIKAH
Pasal 37
(2) Dalam hal amar putusan Pengadilan Agama tidak
menyebutkan KUA tertentu untuk mencatat isbat
nikah, pencatatan dilakukan atas dasar:
a. surat permohonan pencatatan isbat; dan
a. surat permohonan pencatatan isbat; dan
b. surat pernyataan belum pernah mencatatkan
isbat nikah pada KUA.
(3) Dalam hal isbat nikah dilakukan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, pencatatan dilakukan oleh PPN LN.
BAB VI
PENYERAHAN BUKU NIKAH
Pasal 38
(2) Buku Nikah dan Kartu Nikah diberikan kepada suami
dan istri sesaat setelah proses akad nikah
dilaksanakan.
(3) Dalam hal terdapat alasan tertentu yang menyebabkan
penyerahan Buku Nikah tidak dapat dilakukan,
penyerahan Buku Nikah dilakukan pada hari
berikutnya atau paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak tanggal akad nikah.
(4) Buku Nikah ditandatangani oleh Kepala KUA atau PPN
LN.
(5) Bentuk dan spesifikasi Kartu Nikah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
BAB VII
PERJANJIAN PERKAWINAN
Pasal 39
(1) Calon suami dan calon istri atau pasangan suami istri
dapat membuat perjanjian perkawinan pada waktu
sebelum, saat dilangsungkan, atau selama dalam
ikatan perkawinan.
(2) Perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan di hadapan notaris.
(3) Materi perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan hukum
Islam dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 40
(1) Perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 dicatat oleh Kepala KUA atau PPN LN pada
Akta Nikah dan Buku Nikah.
(2) Pencatatan perjanjian perkawinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
mencantumkan dalam kolom perjanjian perkawinan
pada Akta Nikah dan Buku Nikah dengan menuliskan
nomor akta, nama notaris, dan tanggal pembuatan.
BAB VIII
PERNIKAHAN CAMPURAN
Pasal 41
(1) Pernikahan antara seorang pria beragama Islam dengan seorang wanita beragama Islam yang berbeda kewarganegaraan salah satunya berkewarganegaraan Indonesia dicatat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pernikahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat pada KUA atau Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Pasal 42
Persyaratan pernikahan bagi warga negara asing berlaku
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).
BAB IX
SARANA
Pasal 43
(1) Formulir pencatatan nikah terdiri atas:
a. pengantar nikah dari lurah/kepala desa;
b. permohonan kehendak nikah;
c. permohonan pencatatan isbat;
d. persetujuan kedua calon mempelai;
e. surat izin orang tua;
f. penolakan kehendak nikah rujuk;
g. pemeriksaan nikah;
h. pengumuman nikah;
i. rekomendasi nikah;
j. Akta Nikah;
k. Buku Nikah;
l. Kartu Nikah;
m. pendaftaran bukti pernikahan luar negeri
n. surat keterangan pendaftaran bukti pernikahan luar negeri;
o. Akta Rujuk;
p. Kutipan Akta Rujuk;
q. pemberitahuan rujuk; dan
r. Buku pendaftaran nikah.
(2) Formulir pemeriksaan nikah, Akta Nikah, dan Buku
Nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g,
huruf j, dan huruf k, disediakan oleh Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
(3) Pengantar nikah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dikeluarkan oleh kepala desa/lurah.
(4) Formulir pencatatan nikah selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), disediakan oleh
Kantor Kementerian Agama.
(5) Bentuk dan format formulir pencatatan nikah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Direktur Jenderal.
BAB X
TATA CARA PENULISAN
Pasal 44
(1) Pengisian formulir yang digunakan dalam pendaftaran, pemeriksaan, dan pencatatan nikah dan rujuk dilakukan melalui SIMKAH.
(2) Dalam hal KUA belum memiliki fasilitas perangkat komputer atau SIMKAH, pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara manual.
(3) Pengisian formulir secara manual sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus di dalam SIMKAH pada
Kantor Kementerian Agama.
(4) Penulisan hari dan tanggal pencatatan pada Akta Nikah
dan kutipan Akta Nikah adalah berdasarkan hari dan
tanggal peristiwa nikah.
Pasal 45
(1) Dalam hal terjadi kesalahan dalam penulisan digital
atau manual pada Buku Nikah atau Kartu Nikah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, perbaikan
penulisan dapat dilakukan dengan penggantian Buku
Nikah.
(2) Dalam hal terjadi kesalahan penulisan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh subjek Buku
Nikah dengan memenuhi persyaratan:
a. dokumen otentik yang menjadi persyaratan
pembuatan Buku Nikah; dan
b. buku nikah dimana terdapat kesalahan penulisan.
(3) Petugas KUA harus melakukan pengecekan dengan
cermat dan memastikan semua data yang ditulis atau
diinput sudah sesuai dengan data hasil verifikasi.
Pasal 46
(1) Perubahan nama suami, istri, atau orang tua pada Akta
Nikah atau Buku Nikah dilakukan oleh KUA
berdasarkan putusan pengadilan dan dibuktikan
dengan melampirkan akta kelahiran.
(2) Perubahan nama suami, istri, atau orang tua yang
sudah meninggal dunia didasarkan pada penetapan
pengadilan.
(3) Pencatatan perubahan data perseorangan berupa
tempat, tanggal, bulan, tahun lahir, kewarganegaraan,
pekerjaan, dan alamat dilakukan oleh KUA
berdasarkan kutipan akta pencatatan sipil dari dinas
kependudukan dan pencatatan sipil.
(4) Tata cara penulisan perubahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
BAB XI
PENERBITAN AKTA DAN BUKU NIKAH PENGGANTI
Pasal 47
(1) Buku Nikah yang rusak atau hilang diterbitkan Buku
Nikah Pengganti.
(2) Buku Nikah Pengganti diterbitkan untuk mengganti
Buku Nikah suami atau Buku Nikah istri yang rusak
atau hilang.
(3) Permohonan Buku Nikah yang rusak sebagimana
dimaksud pada ayat (2), harus disertai dengan Buku
Nikah yang rusak.
(4) Permohonan Buku Nikah yang hilang sebagimana
dimaksud pada ayat (2), harus disertai dengan surat
keterangan hilang dari kepolisian.
(5) Penerbitan Buku Nikah Pengganti dilakukan oleh KUA
tempat dilaksanakan akad nikah.
Pasal 48
Buku Nikah pengganti yang pernah diterbitkan dalam
bentuk lembaran duplikat dapat dimintakan ganti dengan
berbentuk Buku Nikah pengganti melalui permohonan
kepada KUA.
Pasal 49
(1) Akta Nikah yang rusak atau hilang karena keadaan
kahar dapat diterbitkan kembali dengan ketentuan:
a. KUA membuat berita acara kerusakan atau
kehilangan Akta Nikah akibat bencana;
b. KUA memberikan surat pengantar kepada
pasangan nikah yang akan mengajukan isbat ke
Pengadilan; dan
c. KUA menerbitkan Akta Nikah setelah ada
penetapan dari Pengadilan.
(2) Akta Nikah yang rusak atau hilang di luar ketentuan
ayat (1) di atas dapat diterbitkan kembali dengan
ketentuan:
a. KUA membuat berita acara kerusakan atau
kehilangan;
b. KUA melaporkan kehilangan Akta Nikah ke pihak
kepolisian setempat;
c. KUA memberikan surat pengantar kepada
pasangan nikah yang akan mengajukan isbat ke
Pengadilan; dan
d. KUA menerbitkan Akta Nikah setelah ada
penetapan dari Pengadilan.
BAB XII
LEGALISASI
Pasal 50
(1) Legalisasi Buku Nikah dapat dilakukan berdasarkan
permohonan pada KUA yang telah menggunakan
SIMKAH.
(2) Permohonan Legalisasi Buku Nikah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh:
a. suami atau istri; atau
b. pihak lain yang dikuasakan.
(3) Dalam hal Akta Nikah tidak ditemukan pada SIMKAH,
petugas KUA harus menghubungi KUA penerbit Buku
Nikah untuk memastikan pernikahan tercatat dan KUA
penerbit harus menginput Akta Nikah tersebut kedalam
SIMKAH.
(4) Legalisasi Buku Nikah yang dikeluarkan Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri dapat dilakukan oleh:
a. PPN LN pada Perwakilan Republik Indonesia luar
negeri tempat pencatatan pernikahan
dilaksanakan; atau
b. Kepala KUA di seluruh Indonesia.
(5) Legalisasi Buku Nikah dan legalisasi surat keterangan
belum menikah untuk keperluan ke luar negeri
dilakukan oleh pejabat pada:
a. Direktorat yang melaksanakan tugas dan fungsi
pelayanan KUA; atau
b. unit kerja yang membidangi fungsi kepenghuluan
pada Kantor Wilayah.
BAB XIII
CATATAN PERUBAHAN STATUS
Pasal 51
(1) Kepala KUA atau PPN LN membuat catatan perubahan
status pada kolom catatan Akta Nikah apabila orang
tersebut telah bercerai.
(2) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
tempat, tanggal, dan nomor putusan pengadilan
tentang terjadinya cerai.
Pasal 52
(1) Dalam hal suami beristri lebih dari seorang, Kepala
KUA atau PPN LN membuat catatan dalam Akta Nikah
terdahulu bahwa suami telah menikah lagi.
(2) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
nama, tempat, tanggal, dan nomor penetapan izin
poligami dari pengadilan agama, serta dibubuhi tanda
tangan oleh Kepala KUA atau PPN LN.
(3) Dalam hal pernikahan dilakukan di tempat yang
berbeda, Kepala KUA atau PPN LN yang melakukan
pencatatan nikah harus memberitahukan peristiwa
nikah tersebut kepada Kepala KUA atau PPN LN tempat
terjadinya nikah terdahulu.
BAB XIV
PENYIMPANAN DAN PENARIKAN DOKUMEN
Pasal 53
(1) Kepala KUA atau PPN LN menyimpan dokumen
pencatatan nikah dan rujuk.
(2) Penyimpanan dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara manual dan/atau elektronik.
(3) Penyimpanan secara manual sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditempatkan di KUA, Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri, atau gedung arsip khusus.
(4) Penyimpanan secara elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan melalui arsip digital.
(5) Penyimpanan dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) harus mempertimbangkan
aspek keamanan.
(6) Dalam hal terjadi kerusakan atau kehilangan dokumen
pencatatan nikah dan rujuk yang disebabkan keadaan
kahar, Kepala KUA melaporkan kejadian tersebut
kepada Kepala Kantor Kementerian Agama dan
kepolisian.
(7) Dalam hal Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
terjadi kerusakan atau kehilangan dokumen
pencatatan nikah dan rujuk yang disebabkan keadaan
kahar, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar
negeri melaporkan kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar
negeri dan pihak berwenang.
Pasal 54
(1) Kepala KUA, Kepala Kantor Kementerian Agama, Kepala
Kantor Wilayah, Direktur, atau PPN LN melakukan
penarikan Buku Nikah yang diduga palsu.
(2) Kepala KUA, Kepala Kantor Kementerian Agama, Kepala
Kantor Wilayah, Direktur, atau PPN LN membuat berita
acara penarikan dan penyimpanan Buku Nikah yang
diduga palsu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Kepala KUA, Kepala Kantor Kementerian Agama, Kepala
Kantor Wilayah, Direktur, atau PPN LN melaporkan
temuan Buku Nikah yang diduga palsu kepada aparat
penegak hukum.
BAB XV
SUPERVISI
Pasal 55
(1) Supervisi pencatatan nikah dan rujuk dilakukan secara
berjenjang dan berkala.
(2) Pejabat yang mempunyai tugas di bidang bimbingan
masyarakat Islam pada Kantor Kementerian Agama
melakukan supervisi kepada KUA setiap 3 (tiga) bulan.
(3) Pejabat yang mempunyai tugas di bidang kepenghuluan
di tingkat provinsi melakukan supervisi setiap 6 (enam)
bulan dalam 1 (satu) tahun.
(4) Pejabat yang mempunyai tugas di bidang kepenghuluan
di tingkat pusat melakukan supervisi sesuai
kebutuhan.
(5) Hasil supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ayat (3) dan ayat (4) dibuat dalam bentuk berita acara
yang ditandatangani oleh tim supervisi dan Kepala
KUA.
(6) Hasil supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
BAB XVI
PELAPORAN
Pasal 56
(1) Kepala KUA menyampaikan laporan peristiwa nikah,
formulir nikah, penerimaan negara bukan pajak nikah
dan rujuk, dan bimbingan pernikahan kepada Kepala
Kantor Kementerian Agama.
(2) PPN LN menyampaikan laporan peristiwa nikah kepada
Direktur Jenderal.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) terdiri atas data:
a. pernikahan di kantor dan luar kantor;
b. rujuk;
c. isbat;
d. pernikahan campuran;
e. usia pernikahan; dan
f. pendidikan.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat
dalam bentuk hard copy dan soft copy.
(5) Kepala Kantor Kementerian Agama menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada
Kepala Kantor Wilayah melalui kepala bidang yang
mengurusi kepenghuluan setiap bulan.
(6) Kepala Kantor Wilayah menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Direktur
Jenderal melalui Direktur setiap bulan.
(7) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
disampaikan secara elektronik melalui surat elektronik
dan SIMKAH.
(8) Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB XVII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 57
(1) Pendaftaran bukti pernikahan eks KUA di Provinsi
Timor Timur dilakukan dengan persyaratan:
a. membawa Buku Nikah asli; dan
b. membawa surat keterangan dari lurah/kepala
desa domisili.
(2) Pendaftaran bukti nikah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dicatat pada buku pendaftaran bukti
pernikahan luar negeri.
(3) Kepala KUA memberi catatan pada kolom catatan pada
Buku Nikah bahwa Bukti Nikah sudah di daftar pada
KUA.
Pasal 58
Kepala KUA, berdasarkan permohonan dapat menerbitkan
surat keterangan yang berkaitan dengan penjelasan Akta
Nikah dan keterangan lain yang tidak bertentangan dengan
tugas fungsi KUA.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 59
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Agama Nomor 22 Tahun 2024 tentang Pencatatan
Pernikahan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024
Nomor 639), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 60
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Desember 2024
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
NASARUDDIN UMAR
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2024
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM REPUBLIK INDONESIA,
DHAHANA PUTRA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 1031